TRUK F, Jaringan HAM Sikka Serta Perwakilan Sema STFK Ledalero Melakukan Advokasi Lanjutan Kasus 17 Anak Korban TTPO

img

Ket: tim advokasi sedang melakukan dialog dengan Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, Bapak Dr. Fahmi, S.H, M.H beserta jajarannya      

        Lembaga advokasi kemanusiaan, TRUK F, bersama Jaringan HAM Kabupaten Sikka serta perwakilan Sema STFK Ledalero melakukan advokasi lanjutan kasus 17 anak korban TTPO di Kabupaten Sikka pada Selasa, 07 Juni 2022. Kegitan ini merupakan lanjutan dari kegiatan advokasi sebelumnya. Advokasi kali ini dilakukan berdasarkan pada pengalaman yang sudah terjadi pada persidangan kasus Rino yang tidak dikawal, maka TRUK F bersama jaringan HAM Sikka beserta para pegiat kemanusiaan lainnya, seperti perwakilan dari Sema STFK Ledalero, berkomitmen untuk mengkawal proses selanjutnya. Untuk itu dilakukan gerakan Aksi Damai untuk menuntut kasus ini diselesaikan secepatnya dan secara ‘tansparan’.

         Kegiatan berlangsung di tiga titik berbeda yaitu halaman Polres Sikka, Pengadilan Negeri Sikka, dan Kejaksaan Negeri Sikka. Mereka mengawali kegiatan di halaman Biara suster SSpS Maumere. Di sana dilakukan beberapa arahan oleh tim koordinator kegiatan yang diketuai oleh Sr. Ika, kemudian dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh salah seorang suster novisat. Dari sana, para demonstran bergerak menuju halaman Polres Sikka. Sebelum berdialog dengan kepala pimpinan Polres Sikka, Bapak  AKBP Nelson F. D Quintas, para demonstran sempat dilarang masuk ke dalam halaman Polres tersebut kecuali beberapa anggota demo yang berdiri di dalam gerbang sambil memegang spanduk bertuliskan “Tuntaskan Kasus Perdagangan 17 Anak”, “Manusia Bukan Kambing”. Setelah dilakukan berbagai pertimbangan, beberapa perwakilan dari tim advokasi di antaranya Sr. Fransiska Imakulata SSpS atau yang biasa disapa Sr. Ika, RP. Hubert Thomas Hasulie, SVD; RP. Marsel Vande Raring, SVD; Bapak Siglan Angi, dan Sr. Inez Surat Lanan, SSpS serta beberapa media diperbolehkan masuk dan melakukan dialog bersama kepala pimpinan Polres Sikka di pendopo.

         Dalam dialog itu, perwakilan pejuang kemanusiaan tersebut, Sr Ika, dkk mengungkapkan kekecewaan mereka dengan pihak Polda Kupang yang mengeluarkan izin Pub sementara kasus masih dalam proses dan belum ada keputusan terhadap kasus tersebut. “Kami sangat kecewa dengan pihak Polda yang mengeluarkan ijin Pub. Menurut kami Polda NTT kurang profesional, karena mengeluarkan izin pembukaan Pub, padahal Bupati Sikka telah mengeluarkan surat pelarangan izin. Polda ngawur kasih keluar izin mendahului keputusan. Kami minta kejelasan melalui pihak Polres Sikka,” tegas Bapak Siflan.

        Terhadap tuntutan ini, Bapak Kepala Kapolres Sikka, menanggapinya bahwa ada Pub yang dibuka dengan nama yang berbeda. “Ada Pub yang buka dengan nama yang berbeda. Kita menghargai masyarakat mencari hidup” katanya. Dia juga menambahkan bahwa penegakan hukum dilakukan sangat teratur. Seilain itu, beliau juga menerangkan bahwa kasus ini di-policeline. “Kasus ini sedang di-policeline,” tegasnya kepada anggota dialog.

        Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Siflan, tentang kasus yang di­-policeline ini, bahwa kewenangan untuk membuka policeline harus ada izin dari Bupati. Polda tidak bisa sepihak diam-diam membuka policeline. “Kami menduga ada konspirasi antara pemilik pub dengan pihak Polda. Tandanya ada pergantian nama pemilik pub,” tegasnya. Mereka juga mengajak pihak kepolisian untuk menuntaskan kasus ini supaya tidak terjadi lagi kasus yang sama selanjutnya.

sema dan truk F 2022 2Kepala pimpinan Kapolres Sikka, Bapak AKBP Nelson,  mengungkapkan bahwa mereka akan berkoordinasi dengan pihak Polda untuk menyelidiki kasus ini. “Kami akan koordinasi dengan Polda untuk selidiki kasus ini. Kami Polres siap untuk tegas dalam kasus ini,” tegasnya.

        Setelah selesai menyampaikan aspirasi di halaman Kapolres Sikka, para pegiat advokasi kemanusiaan ini bergerak ke Pengadilan Negeri Sikka dengan tujuan mempertanyakan hakim sebagai pemberi putusan atas tersangka Rino yang dikenakan pasal Ketenagakerjaan. Tim menganggap ini sebagai mafia hukum. Berdasarkan tututan Jaksari Sikka, Rino terbukti melakukan tindak pidana perdagangan orang dan dituntut 7 tahun penjara, namun putusan hakim terhadap Rino hanya 2,5 tahun penjara. Menurut keterangan yang disampaikan oleh wakil ketua pengadilan, Ibu Mia,  bahwa mereka mendakwa  Rino sesuai dakwaan penuntut umum yakni dakwaan alternatif.

        Tim advokasi pejuang kemanusiaan mempersoalkan putusan pihak pengadilan tersebut. Tim mempertanyakan kenapa tidak menggunakan UU Perdagangan Orang. Menurut pihak keadilan bahwa ini kasus anak-anak, bukan kasus orang dewasa. Untuk diketahui, dialog yang dilakukan oleh Sr. Ikka, dkk dengan pihak keadilan dilakukan secara tertutup. Selain tuntutan tersebut di atas, tim advokasi pegiat kemanusiaan tersebut juga melakukan protes terkait sidang tertutup yang telah dilaksanakan dalam sidang kasus Rino.

       Setelah melakukan dialog dengan pihak pengadilan, titik terakhir yang dituju oleh para demonstran aksi damai ialah Jasksari (Kejaksaan Negeri) Sikka. Di sana, para demonstaran dipersilahkan masuk dan bertemu langsung dengan kepala Jaksari Sikka, Bapak. Dr. Fahmi.S.H., M.H yang didampingi salah seorang jajarannya. Bapak Kepala Jaksari mengizinkan perwakilan demonstarasi aksi damai masuk ke dalam ruangannya. Dalam pertemuan itu, pihak advokasi kemanusian menyampaikan keberatan dakwaan putusan Hakim terhadap kasus Rino, yang didakwa dengan UU ketenagakerjaan.

         Selain itu, Pater Hubert Thomas, SVD menanyakan seperti apa langkah berikut dari kejaksaan untuk kelanjutan kasus ini, supaya ada kejelasan informasi dan hasil yang lebih baik yang diperoleh oleh pihak advokasi tersebut. Menanggapi hal ini, Kepala Jaksari, Bapak Fahmi mengatakan perkara ini diselidiki oleh Polda NTT, kami tidak punya wewenang untuk menambah atau merubah pasal. “Tapi, berdasarkan fakta persidangan, kami meyakini di semua JPU (Jaksa Penuntut Umum) terhadap kasus ini sepakat terkait tindak perdagangan orang. Dan kami tetap konsisten menuntut 7 tahun penjara. Dan ketika jaksa sudah menuntut dan membawa dakwa kepersidangan wajib hukumnya kita pertahankan sampai titik penghabisan terakhir,” tandas Kepala Jaksari. Di akhir tanggapannya itu, beliau mengatakan bahwa perkara putusan tidak sesuai, kami tidak dapat melakukan intervensi atau instasi lain untuk sependapat dengan kami dan kami tetap konsisten menegakan hukum di Kabupaten Sikka ini.

        Di akhir pertemuan tersebut, tim advokasi pejuang kemanusian berharap supaya kasus tindak perdagangan orang ini benar-benar ditegakan sesuai Undang-Udang dan tetap komitmen samapi masalah ini selesai. “Kami berharap agar kasus tindak pidana perdagangan orang ini benar-benar ditegakan sesuai Undang-Undang dan tetap berkomitmen sampai masalah ini selesai,” kata Sr. Ikka, SSps.

        Setelah melakukan dialog terbuka dengan pihak Jaksari Sikka, peserta aksi damai kembali ke halaman Biara suster SSpS. Untuk diketahui, yang turut hadir dalam kegiatan ini, selain yang disebutkan di atas, ialah JIPC SVD Ende, JIPC SSpS Kewapante, JIPC SSpS Maumere, Biara SFSC Flores, Puslit Chaudraditya, dan Advokat Peradi Pergerakan.

 

(Reporter: Fonsi Orlando, Ilon Poe, Riko Kebu) 

SHARE THIS