•  Beranda  /
  •  Public  /
  •  Tim Riset Re-Imagine Bikon Blewut Gelar Bincang Proses Kreatif

Tim Riset Re-Imagine Bikon Blewut Gelar Bincang Proses Kreatif

img

Ledalero—Tim Riset Re-Imagine Bikon Blewut (R-IBB) gelar Bincang Proses Kreatif bertajuk Artis Talk di Kantin STFK Ledalero pada Rabu (22/9/21). Tim Riset ini merupakan kolaborasi anggota Komunitas KAHE dan Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STFK) Ledalero. Yang termasuk tim riset ialah Defri Ngo, Hermina Wulohering, Marianus Nuwa, dan Theresia Avila Meylan Erilian.

Periset R-IBB, Defri Ngo, mengungkapkan bahwa Museum Bikon  tidak layak, hancur, kotor, berantakan dan tidak lebih dari artefak atas artefak, karena itu anggota Komunitas KAHE dan Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STFK) Ledalero harus keluar dari zona nyaman untuk mengimajinasikan kembali tradisi, sejarah gereja, misi dan kebudayaan Flores melalui Museum Bikon Blewut.

“Kita bisa mengimajinasikan kembali Museum Bikon Blewut ini dengan menelusuri sejarah misi gereja, tradisi dan kebudayaan Flores. Museum Bikon Blewut kita ini kotor, tidak teratur dan tidak lebih dari dari artefak atas artefak. Kita harus berani keluar dari zona nyaman. Pengetahuan yang didapat di kampus bertolak belakang dengan realitas. Hal ini saya alami ketika mewawancarai Pater Alex Beding, SVD dan Om Endi terkait  Museum Bikon Blewut ini,” jelasnya.

reimagine bikon blewut 2021 5Hermina Wulohering, periset dua, menyangka para pastor senior SVD di komunitas Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero mengetahui sejarah museum Bikon Blewut. Namun ternyata tidaklah demikian.

“Pater Frans Ceunfin, Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero pun tidak tahu, karena itu beliau minta saya hubungi Pater Leo Kleden. Namun pater Leo hanya menjelaskan sejarah misi SVD, tradisi dan kebudayaan Flores, dan kurang menyinggung sejarah museum Bikon Blewut ini. Selanjutnya saya hubungi Pater Albert Novena, tapi beliau juga tidak tahu sejarah museum ini. Saya mendapat pengetahuan sejarah dan informasi lengkap terkait museum Bikon Blewut ini dari Om Endi. Om Endi menegaskan Pater Verhoven dan pater Piet Petu sebagai pendiri museum ini. Kerja sama keduanya tampak dalam isi museum ini. Om Endi adalah saksi kunci museum Bikon Blewut ini,” kata Hermina Wulohering.

Selanjutnya Marianus Nuwa menjelaskan proses riset itu penting sebelum mendiskusikan temuan-temuan dan mengekplorasi lebih jauh terkait objek yang diriset.

“Dalam proses riset itu, periset menghadapi kendala-kendala, yaitu bagaimana menampilkan isu-isu yang relevan tentang objek yang diriset pada masa lalu, kekinian dan rekontruksi terhadap masa depannya. Inilah yang saya alami ketika meriset sejarah seputar museum Bikon Blewut dan pendiriannya, pater Piet Petu. Saya melakukan riset lebih kurang dua Minggu di Ende. Pater Lukas Jua, SVD selaku Provinsial Ende mengatakan museum Bikon Blewut ini luar biasar, tapi tidak terjaga dan terawat,” tutur Marianus Nuwa.

Lukisan Meylan

 Pada kesempatan itu juga Theresia Avila Meylan Erilian, seniwati Maumere memberikan interpretasi atas lukisannya yang dipajang di dalam museum. Meylan melukis berdasarkan sejarah Gereja Katolik di Solor, adat istiadat, perempuan dan kebudayaan Solor, Nusa Tenggara Timur yang ditulis oleh Prof. Dr. Karl A Streenbrink. Melukis berdasarkan sejarah peristiwa berdarah dan perjuangan emansipasi perempuan dengan latar belakang tradisi dan kebudayaan tertentu tidaklah mudah.

“Tidak mudah meringkas peristiwa sejarah dengan kompleksitas persoalan di dalamnya ke dalam satu lukisan kecil. Mungkin lebih mudah mengisahkan atau memberi interpretasi kepada lukisan daripada melukiskan peristiwa dalam seni lukis minatur tertentu,”jelasnya.

Selain itu, Meylan menjelaskan sebuah objek kecil di dalam lukisan itu, yang berhubungan dengan keberadaan perempuan di Solor pada zaman dulu. Perempuan setia menjalani proses yang panjang dalam hidupnya, hanya untuk satu pilihan singkat dari kekuasaan tradisi atau kebudayan di luar dirinya. Dalam konteks iman umat Katolik, Meylan melukiskannya seperti gelembung kecil. Seperti gelembung kecil itu, iman umat Katolik akan pecah dan keruh. Hal ini selain disebabkan oleh perkembangan zaman, tetapi terutama juga oleh ketidakberakan umat sendiri dalam penghayatan iman, tradisi dan kebudayaan.

reimagine bikon blewut 2021 6

Tim Riset Re-imagine Bikon Blewut

Pada akhir kegiatan ini Kurator pameran R-IBB, Eka Putra Nggau mengungkapkan bahwa kegiatan pameran ini dirancang selain untuk mengimaijinasikan kembali museum Bikon Blewut, tetapi juga dalam rangka Docking Program Biennale Jogja XVI Equator #6, sebuah pameran seni rupa yang sudah dikenal luas baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Eka juga menyampakan harapan agar kegiatan pameran R-IBB tidak berhenti pada re-imagine, tetapi mesti ada tindakan dekolonialisasi dan rekontruksi.

“Selama satu semester kita bisa belajar Habermas, dan filsuf-filsuf besar lainnya. Mengapa kita tidak bisa mendalami Piet Petu, Verhoven, Leo Kleden, Alex Beding dan lain-lain yang merupakan asset penting bagi kita dan peradaban NTT?” kata Eka. (Sie Publikasi SEMA)

 

BAGIKAN