Sabtu, 15 Februari 2020, ratusan orang memadati aula STFK Ledalero untuk mengikuti seminar nasional tentang menafsir LGBT dengan Alkitab. Seminar nasional ini dimoderatori oleh Mas Ama Deo dan menghadirkan Pendeta Prof. Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D sebagai penulis buku “Menafsir LGBT dengan Alkitab” dan sekaligus menjadi pembicara utama. Seminar nasional ini juga menghadirkan beberapa penanggap terhadap Prof. Gerrit. Mereka adalah Dr. John Mansford Prior (Dosen STFK Ledalero), Aan Anshori (Gusdurian, Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi), Bunda Mayora (Fajar Sikka), dan Khanis Suvianita (Peneliti-ICRS Universitas Gadja Mada).
Ketua STFK Ledalero, P. Dr. Otto Gusti Madung, SVD, dalam kata sambutannya sebelum memulai seminar nasional mengkritik fenomena agama yang hanya sibuk dengan persoalan doktronial tanpa pertanggungjawaban sosial. Akibatnya, intoleransi terjadi di mana-mana di wilayah Indonesia. Selain itu, agama yang hanya menyibukkan diri dengan persoalan doktrinal lupa menunjukkan keberpihakan terhadap kaum minoritas yang rentan, salah satunya adalah kelompok LGBT. Di tengah persoalan tersebut, Gereja dituntut untuk memberikan respon positif dengan menjadi Gereja yang sungguh terlibat dalam membela kelompok minoritas. “Seminar nasional hari ini menjadi salah satu bentuk keterlibatan Gereja. Seminar nasional ini diharapkan mampu membentuk kesadaran kolektif dan opini publik agar publik menerima keberadaan kelompok minoritas, termasuk LGBT”, tegas Ketua STFK Ledalero.
Prof. Gerit dalam kesempatan memaparkan materi seminar, menjelaskan latar belakang penulisan bukunya yang berjudul Menafsir LGBT dengan Alkitab (Tanggapan terhadap Pernyataan Pastoral Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Mengenai LGBT). Pada tahun 2016 silam, bagaikan gelombang yang sambung-menyambung muncul ujaran-ujaran kebencian terhadap kelompok LGBT. Di tengah ujaran-ujaran kebencian tersebut, muncul satu kabar gembira yang berasal dari pernyataan pastoral Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) yang terbit pada tahun 2016. Namun, pernyataan pastoral PGI ternyata ditolak. Pada tahun 2017, ada sebuah sidang yang membahas pernyataan tersebut dan hasil dari sidang tersebut adalah menolak tegas pernyataan PGI. “Jadi, boleh dikatakan saya menulis buku ini sebagai sebuah tanggapan pribadi saya terhadap keberadaan kelompok LGBT yang sering ditolak oleh kelompok-kelompok tertentu. Karena ditulis berdasarkan tanggapan dan pengalaman pribadi, saya tidak mencantumkan footnote di dalam buku saya. Secara metodologis, mungkin buku ini kurang ilmiah. Meskipun demikian, saya yakin buku ini dapat membangkitkan kesadaran kolektif dan membentuk opini publik bahwa keberadaan kelompok LGBT dalam kehidupan bersama mesti dihargai”, jelas Prof. Gerrit.
Prof. Gerrit menulis bukunya dengan menggunakan pendekatan hermeneutik Alkitab. Beliau berusaha membuat tafsiran biblis terhadap ayat-ayat yang bagi sebagian orang digunakan sebagai basis untuk menolak keberadaan kelompok LGBT dan juga menafsir beberapa ayat yang mendukung dan menerima keberadaan kelompok LGBT. Selain mengulas beberapa ayat yang pro dan kontra LGBT, Prof. Gerrit juga menjelaskan dampak ilmu pengetahuan terhadap agama dan kelompok LGBT, budaya lokal masyarakat, dan keberadaan kelompok LGBT dalam hubungannya dengan hak-hak asasi sebagai manusia.
P. Dr. John Mansford Prior, SVD, dosen teologi kontekstual di STFK Ledalero, menjadi penanggap pertama untuk Prof. Gerrit. Beliau mengawali tanggapannya dengan menyampaikan kesan awal setelah membaca buku karya Prof. Gerrit. “Apa kesan awal saya membaca buku karya Prof. Gerrit? Ya, memang begitu. Kemudian, muncul pertanyaan lanjutan: apa yang baru? Selama 50 tahun apa yang sudah saya tulis tentang LGBT? Tidak ada. Prof. Gerrit adalah orang pertama yang berani menulis LGBT dalam hubungannya dengan Alkitab”, tandas P. Dr. John, SVD.
P. Dr. John, SVD juga menjelaskan bahwa pemahaman terhadap sebuah teks selalu diawali dengan pra pemahaman tertentu. Kepemilikan pra pemahaman yang buruk terhadap kelompok LGBT akan berujung pada penafsiran yang negatif terhadap kelompok yang bersangkutan. “Hal penting yang mesti selalu ditegaskan adalah penafsiran yang satu tidak boleh mengorbankan penafsiran yang lainnya”, jelas P. Dr. John.
P. Dr. John, SVD juga mengungkapkan tiga keunggulan karya Prof. Gerrit. Pertama, menggunakan metode hermeneutik Alkitab untuk membaca dan menafsir keberadaan kelompok LGBT. Kedua, menguraikan secara jelas konteks sejarah dan budaya Indonesia. Ketiga, ditafsir dalam dialog kreatif dengan ilmu pengetahuan dan hak-hak asasi manusia. “Prof. Gerrit mengerti baik konteks sejarah sebuah teks. Pemahaman yang baik dan benar terhadap konteks menjadi penting agar tidak menobatkan konteks menjadi Firman”, tegas P. Dr. John.
Dalam tanggapannya terhadap karya Prof. Gerrit, Ibu Kanis Suvianita memberikan apresiasi terhadap keberanian dan komitmen keberpihakan Prof. Gerrit terhadap kelompok minoritas, LGBT. Ibu Kanis mengkritisi penafsiran teks Kitab Suci secara dogmatis saja tanpa memperhatikan konteks historis teks yang bersangkutan. Beliau juga menolak tafsiran tunggal terhadap sebuah teks tertentu. “Buku ini bagaikan teguran kepada para teolog yang memiliki tafsiran tunggal menolak kelompok LGBT”, tegas Ibu Kanis Suvianita.
Bunda Mayora mengawali tanggapannya terhadap karya Prof. Gerrit dengan menceritakan pengalamannya menjadi LGBT. “Awalnya saya sembunyi-sembunyi di Maumere. Saya berani buka-bukaan menampilkan diri sebagai LGBT ketika berada di Yogyakarta. Di sana, saya bertemu orang-orang hebat yang punya pandangan positif terhadap LGBT, seperti Prof. Gerrit dan Ibu Kanis. Perjumpaan dengan mereka membuat saya percaya diri menampilkan diri sebagai LGBT”, jelas Bunda Mayora. Bunda Mayora juga mengapresiasi sikap STFK Ledalero yang selalu menjadi institusi yang bisa diteladani oleh masyarakat terkait pemberian penghargaan dan membangun pandangan yang positif terhadap kelompok LGBT. Beliau juga mengharapkan agar Gereja sanggup menunjukkan diri sebagai sahabat bagi kelompok LGBT. “Gereja tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama ketika dulu mengadili Galileo Galilei yang memperkenalkan teori heliosentrimse (matahari menjadi pusat alam semesta). Gereja mesti terbuka untuk menerima hal-hal baru dalam kehidupan manusia”, harap Bunda Mayora.
Aan Anshori memulai tanggapannya terhadap karya Prof. Gerrit dengan terlebih dahulu menyampaikan permohonan maaf atas perilaku sekelompok umat Islam yang menolak pembangunan Gereja Santo Joseph di Karimun. Sebagai seorang muslim progresif dan lebih inklusif, Aan Anshori mengkritisi sikap sekelompok Islam radikal yang tertutup terhadap perbedaan dan keanekaragaman. Beliau juga prihatin terhadap fenomena penggunaan ajaran Islam untuk melegitimasi aksi-aksi brutal dan kekerasan dalam kehidupan bersama. “Kelompok Islam harus terbuka untuk melakukan rekonstruksi ajaran. Sangat penting membangun dialog interreligius dan menunjukkan keberpihakan yang total terhadap kelompok minoritas, seperti LGBT”, harap Aan Anshori.
Dokumentasi Foto
(Jean Jewadut)
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero