•  Beranda  /
  •  Public  /
  •  SEMINAR DOSEN TEOLOGI DOGMATIK DI LEDALERO

SEMINAR DOSEN TEOLOGI DOGMATIK DI LEDALERO

img

 

Dr. Georg Kirchberger (Kiri) dan Dr. Yohanes Monteiro (Kanan)

            Ganasnya pandemi Covid-19 memang belum berakhir. Ia bahkan nyaris melumpuhkan aktivitas intelektual. Namun, menyerah terhadap serangan virus tersebut, bagi para intelek, jelas bukan menjadi solusi. Oleh karena itu, pada Sabtu (24/10/2020), Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi mengadakan sebuah seminar yang dibawakan oleh P. Dr. Georg Kirchberger, Dosen Teologi Dogmatik di lembaga tersebut.

            ‘Teologi Dogmatik di Ledalero: Suatu Refleksi Pribadi’ merupakan tema yang menjadi fokus pembahasan pada seminar tersebut. Kegiatan ini berlangsung di ruang Clemens STFK Ledalero mulai pukul 08.30-11.30 Wita. Hadir pada kesempatan tersebut, Dr. Otto Gusty Madung, selaku Ketua Sekolah STFK Ledalero, Dr. Yosef Kladu Koten, Wakil Ketua 1, para Dosen STFK, Mahasiswa/i tingkat VI prodi Magister Teologi STFK Ledalero dan pengurus Senat Mahasiswa. Selain kegiatan tatap muka, seminar ini juga disiarkan secara livestreamming melalui channel Youtube STFK Ledalero sehingga para partisipan di berbagai daerah bisa menjangkaunya.

            Membuka kegiatan tersebut, Dr. Yohanes Monteiro, selaku moderator, memperkenalkan secara singkat profil pemateri. Kirchberger adalah seorang Dosen yang berkarya di STFK Ledalero kurang lebih 44 tahun. Ia berasal dari Jerman-Eropa. Moderator membagi kegiatan ini menjadi beberapa bagian yaitu, presentasi makalah, pertanyaan informatif, istirahat sejenak kemudian diskusi dan penutup.

            Dr. G. Kirchberger, pada kesempatan presentasi makalah menegaskan, seminar yang ia bawakan merupakan sebuah refleksi pribadi sejak mengajar di lembaga ini. Secara sepintas, ia juga menceritakan perjalanan panggilannya sejak menjadi Novis Serikat Sabda Allah (SVD) di Eropa. Ia kemudian berhijrah ke Indonesia tepatnya di Ledalero, Maumere. Awalnya, ia mengajar eklesiologi, kemudian teologi dogmatik. Salah satu hal penting yang ia tekankan yakni semangat Konsili Vatikan II yang mengajar tentang keterbukaan Gereja kepada dunia; salah satunya ialah inkulturasi yang menjadi kekuatannya dalam karya pastoral. Menurutnya, kehadiran Konsili Vatikan II sangat kontekstual dalam membangun kerajaan Allah masa kini yang terus bertumbuh.

            Dosen yang pernah berniat melamar bekerja di India tersebut, mengakui bahwa perkembagan teologinya selalu dipengaruhi oleh filsafat eksistensialis. Pemikiran Albert Camus dan Jean Paul Sarte, tambahnya, selalu memengaruhi perkembangan teologi yang ia minati saat ini.

            Penulis buku Allah Menggugat ini, menegaskan tentang awal mula dosa manusia yang menurutnya, datang dari rasa curiga manusia terhadap Allah, bukan karena ketidaktaatan. Tidak taat menurutnya, merupakan akibat dari kecurigaan tersebut. Lebih lanjut, ia menjelaskan perbedaan dosa dan salah. Dosa merupakan sesuatu yang dilakukan secara sengaja, maka dituntut pertanggungjawaban. Kesalahan, menurutnya bisa terjadi karena unsur ketidaksengajaan. “orang buat salah bisa saja karena ia tidak tahu bahwa itu salah”, tegas Pastor yang rendah hati itu.

            Refleksi mendalam yang ia temukan selama mengajar teologi dogmatik yakni, ada kontradiksi antara bahan yang diajarkan dengan penerapan di lapangan pastoral. Usaha mengajar teologi tidak cukup menjawab harapan Mahasiswa/i dan konteks pastoral sekitar. Ia memberi contoh, bahan yang diajarkan terkesan hanya menjadi rumusan sistimatis tetapi tidak menjadi milik personal Mahasiswa/i. Selain itu, secara jujur, ia juga mengakui bahwa keterlibatannya dalam aktivitas sosial secara bersama sebagai inti iman kristiani belum serius menjiwai dirinya. Karena itu, ia mengharapkan agar keterlibatan sosial mesti selalu direfleksikan supaya menjadi matang dan bisa bermanfaat untuk menyemangati diri dalam perjuangan sosial.

            Harapan lain yang ia kemukakan ialah bertumbuhnya para teolog muda di Ledalero. Sebab, ia sendiri sudah mulai lapuk umur dan tentu saja akan segera pensiun mengajar. Ia sangat kagum terhadap Alm. P. Yosef Suban Hayon dan Paulus Budi Kleden, Superior General SVD saat ini. Yosef Suban Hayon menggambarkan spiritualitas Kant dalam salah satu kaitannya dengan budaya di Balaweling, Flores Timur. Paul Budi Kleden banyak berbicara tentang politik dan sosial dalam terang teologi. Atau berbicara tentang teologi yang memiliki kaitannya dengan situasi sosial dan politik. “Dari kedua orang ini, saya mengharapkan perkembangan teologi yang baik. Namun, optimisme ini pudar karena Yosef Suban meninggal dunia terlalu cepat dan Budi Kleden pergi ke Roma,” tegasnya.

Banyak Pertanyaan dan Apresiasi

            Beraneka pertanyaan datang dari para hadirin usai presentasi makalah. Pertanyaan informatif pertama tentang posisi teologi dogmatik sebagai suatu ilmu jika dihubungkan dengan ilmu-ilmu lain. Demikian pertanyaaan dari Yulivan. Pater Kirch, demikian sapaannya menjawab, Teologi dogmatik fokus pada ajaran iman dengan berbagai aspek. P. Hubert Thomas, SVD, selanjutnya mempertanyakan presentasi dari pemakalah tentang teologi kontekstual yang hanya bisa dihayati dalam kehidupan pribadi. Sebab, menurut Pater Hubert, teologi yang diajarkan mesti mampu membawa perubahan bersama. Selain itu, ia juga bertanya tentang pengaruh teologi kontekstual bagi keuskupan-keuskupan di daerah sekitar. Pater Thomas juga menyinggung soal dosa yang menurutnya, harus diinterpretasi dalam hubungannya dengan kehidupan sosial!

 

seminar dogmatik 2020 11P. Leo Kleden, SVD berbicara pada saat seminar berlangsung

di ruang Clemens STFK Ledalero

              Dengan penuh percaya diri, Pater Kirch menjawab, “Kita diharapkan untuk belajar seumur hidup. Tekanan tertentu bisa membentuk karakter. Keprihatinan kita tidak bisa dilaksanakan secara total.” Ia juga mengakui bahwa, tidak ada pengaruh yang besar dari teologi kontekstual untuk keuskupan-keuskupan kita. “Dalam uraian teologis, saya kurang menghubungkannya dengan urusan pastoral di mana saya sungguh-sungguh terlibat.”  Selanjutnya, “Kalau kita hanya ubah struktur, maka seperti di Nikaragua, rezim diktatoris jatuh dan sosialis naik. Namun, selama pribadi tidak ditobatkan, maka korupsi tetap merajalela. Maka, kita tidak boleh membuat pertentangan antara pertobatan pribadi dengan struktur yang mengatur hidup bersama. Kedua-duanya mesti kita perhatikan. Namun, kita mesti bertobat secara pribadi terlebih dahulu daripada kita berusaha untuk menobatkan struktur di luar kita.” Jawab Pater Kirch.

            Pada kesempatan tersebut, bukan hanya banyak pertanyaan yang diajukan, melainkan juga apresiasi diberikan oleh para partisipan kepada pemakalah. Pater Leo Kleden, SVD misalnya, mengapresiasi pemakalah karena dengan penuh kerendahan hati dan kejujuran total mengakui keterbatasannya sebagai dosen yang mengajar teologi di Ledalero. Merujuk pada buku Allah menggugat, Pater Leo Kleden juga sependapat dengan Pater Kirch bahwa perbuatan baik dilakukan  bukan untuk menyelamatkan diri, melainkan ada kesadaran bahwa sesungguhnya kita sudah diselamatkan Allah. “Ini inti iman yang luar biasa yang diajarkan dalam kuliahmu.” Tegas mantan Provinsial SVD Ende tersebut.

P. Kirch menambahkan, “Kita pergi misa bukan untuk mencari keselamatan tetapi karena kita dipanggil oleh Allah untuk bersyukur atas rahmat keselamatan yang dari Allah itu.”          

            Seminar yang berjalan sangat lancar tersebut, juga mendorong Ketua Sekolah STFK Ledalero, Dr. Otto Gusti Madung untuk mengajukan sebuah pertanyaan yang sangat kontekstual masa kini yakni tentang nasib kaum LGBT. Merujuk pada informasi mutakhir dari Paus Fransiskus bahwa hukum sipil bagi kaum LGBT mesti dilegalkan dengan memperkuat aturan hukum LGBT berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan. “Berdasarkan hukum kodrat; apakah hal ini bisa dilegalkan atau tidak,” tanya Pater Otto. “Paus Fransiskus menyarankan bahwa hal itu dilegalkan, tetapi tidak masuk dalam konteks dalam kehidupan kristiani atau peristiwa perkawinan kristiani. Hidup bersama yang dilegalkan. LGBT dilegalkan. Dalam hal ini, secara yuridis, kebersamaan mereka harus diatur secara legal untuk menjamin kehidupan mereka.

 

seminar dogmatik 2020 9P. Otto Gusti Madung, SVD berbicara pada saat seminar berlangsung

di ruang Clemens STFK Ledalero

Adapun banyak pertanyaan lain yang bervariasi datang dari para hadirin baik yang ada di ruangan Clemens maupun dari partisipan yang menyaksikan seminar secara livestreamming. Kegiatan ini diakhiri dengan doa penutup dari seksi Liturgi Sekolah. (Rian Odel).

 

BAGIKAN