Perjumpaan dengan umat beragama lain adalah langkah awal menuju toleransi antara umat beragama. Pertama-tama, orang mesti bersedia untuk keluar dari rumahnya sendiri. Ia harus keluar dari zona nyaman untuk bertemu dengan realitas yang majemuk, yang kadang-kadang menantang.
Dalam perjumpaan dengan kenyataan yang lain itu, ruang dialog dibuka. Ada pembicaraan antara kedua subyek dalam relasi kesetaraan (egaliter). Dialog antara dua subyek yang setara tidak saling mendominasi. Ada keadilan dalam membagi ruang dan waktu permbicaraan. Selain itu, ada kerendahan hati untuk mendengarkan dan atau didengarkan. Semakin sering bertemu, semakin dalam pengenalan akan yang lain. Pengenalan yang benar akan yang lain dapat mengantar orang sampai kepada rumah toleransi, rumah persaudaraan bagi orang-orang yang tidak harus sedarah.
Kenyataan yang digambarkan di atas dialami oleh Pater Hendrik Maku, SVD bersama kelima suster Probanis CIJ (Sr. Rovina, Sr. Yohana, Sr. Sera, Sr. Petronela, dan Sr. Damiana). Pater Hendrik yang sejak Senin (14/12/2020) memberikan Paket kuliah Islamologi kepada para suster probanis di Rumah Pembinaan Emaus, Ende pada hari Kamis (17/12/2020) bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Walisanga Ende.
Pimpinan Pondok, Ibu Siti Halimah atau yang akrab disapa Kaka Nona, menyambut dengan sangat antusias kehadiran Pater Hendrik dan para suster. Menurut Bu Siti, kehadiran Pater Hendrik dan para suster adalah jawaban dari kerinduannya selama beberapa bulan terakhir.
“Saya sangat berterima kasih kepada Pater Hendrik dan para suster yang rela datangg untuk mengunjungi kami di Pondok pada hari ini. Selama pandemi covid, kita tidak bisa saling mengunjungi. Saya sebetulnya sangat membutuhkan seorang teman dan sahabat untuk berbagi suka duka hidup.Mohon maaf, saya banyak bicara. Saya bisa membagikan kepada Pater Hendrik dan para suster apa saja yang saya gumuli selama beberapa tahun memimpin Pondok ini. Ada banyak kesulitan dan tantangan, di antaranya adalah kesulitan finansial untuk membiayai kehidupan para santri. Tetapi, alhamdulillah, selalu saja ada tangan kasih yang membantu kami. Seperti prinsip Pendiri SVD, uang kita ada di saku para penderma. Kami di Pondok sungguh merasakan hal itu. Banyak orang berada yang tergerak untuk membantu kami. Akhirnya, sampai sekarang kami bisa bertahan dan keadaan kami di Pondok sudah lebih baik dari sebelumnya,” demikian Bu Siti.
bu Siti mengenal Pater Hendrik sejak tahun 2006, ketika Pater Hendrik menjalankan Tahun Orientasi Misioner (TOM) sebagai calon imam di Pondok Pesantren Walisanga. Ibu Siti mengenal Pater Hendrik sebagai seorang pribadi yang dekat dengan Abba Mahmud Ek, ayah kandung Bu Siti, Pendiri Pondok.
“Saya senang dan nyaman bercerita dengan Pater Hendrik. Setiap kali saya bertemu Pater, saya merasakan kehadiran Abba di dalam dirinya. Abba sangat mencintai Pater Hendrik. Tahun-tahun terakhir, sebelum Abba meninggal (2011), Abba selalu bercerita tentang kerja keras dan semangat pengabdian dari Pater Hendrik selama bertugas di Pondok.. Oleh karena Abba sungguh mencintai dan mendukung panggilan dari Frater Hendrik (kala itu), Abba, di tengah kesibukannya, beberapa kali ke Ledalero untuk menghadiri misa Kaul Kekal (15/8/2008) dan Tahbisan (18/10/2009) dari Pater Hendrik.”, kisah Bu Siti.
Pada bagian lain, Bu Siti juga berkisah tentang suka duka hidup, antara lain tentang bagaimana mendidik para santri yang berasal dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda. Dia mendidik para santri untuk memiliki karakter dan kepribadian yang berkualitas.
“Para santri datang dari kampung. Mereka belum paham apa itu kerja keras, apa itu kedisiplinan, apa itu kemanusiaan. Saya bersama para guru mendidik mereka untuk tekun dan bekerja keras, pantang menyerah. Kami mendidik mereka untuk tahu sopan santun, tahu etiket. Kami mendidik mereka untuk bisa bergaul dengan yang lain, baik dengan yang seagma maupun dengan umat dari agama lain. Awalnya mereka sungkan untuk bergaul dengan frater, pater, suster dan umat lain. Tetapi kemudian, mereka bisa beradaptasi dan puji Tuhan, sekarang meraka bisa merasa nyaman ketika bertemu dan berbicara dengagn para pastor, para frater, para suster dan umat lain.” tutur Bu Siti.
Pater Hendrik dalam sambutannya menggarisbawahi beberapa poin, antara lain ucapan terima kasih atas penerimaan dari Bu Siti dan warga pondok dan, satu dua kisah masa lalu (nostalgia) tentang perjuangannya bersama Abba selama berpraktek sebagai frater di Pondok (200/2007).
“Saya, mewakili para suster yang bersilaturahmi siang ini di sini, mengucapkan ganda terima kasih atas kesediaan Bu Siti dan para santri yang telah menerima kami dengan sangat antusias. Untuk saya, Pondok adalah rumah penuh kenangan yang selalu ada di dalam hati. Di dalam memori saya, ada banyak sekali cerita indah yang terangkai selama satu tahun pengabdian. Kisah tentang perjumpaan dengan yang lain, tentang kerja keras bersama dengan yang lain untuk satu tujuan yang sama, tentang cinta dan kasih sayang beda agama, tentang persaudaraan di antara saudara/i yang tidak sedarah, tentang ketulusan dan kejujuran dalam pelayanan, tentang pengabdian tanpa pamrih, tentang keringat yang tidak menuntut bayaran, dan lain-lain.Benar bahwa beda agama bukanlah alasan untuk menghindari perjumpaan dengan yang lain. Agama boleh berbeda, tetapi umat beragama harus tetap merasa terpanggil untuk bagaimana umat dari agama yang berbeda itu bisa bekerja sama untuk melukiskan pelangi kehidupan yang indah. Pelangi itu nampak indah oleh karena ada banyak warna yang ada satu di samping yang lain. Pondok adalah pelangi kehidupan yang indah, sebab di Pondok ada apresiasi terhadap kehadiran dari yang lain. Warga Pondok berkomitmen untuk tidak akan pernah mengutuki pluriformitas agama, budaya, dan lain-lain, tetapi sebaliknya mereka sepakat untuk memaknai kemajemukan sebagai karya ciptaan Tuhan yang harus disyukuri.” demikian Pengajar Islamologi pada STFk Ledalero.
Suster Yohana, mewakili para suster mengungkapkan kegembiraannya untuk pengalaman indah, boleh mengunjungi Pondok Pesantren Walisanga.
“Terima kasih kepada Pater Hendrik yang tidak hanya membekali kami dengan pengetahuan tentang Islam, tetapi juga telah mengantar kami untuk secara langsung berinteraksi dengan kaum muslim dan muslimah, khususnya sama saudara dan saudari di Pondok Pesantren Walisanga. Untak beberapa orang dari kami, pengalaman kunjungan seperti Ini adalah hal yang sama sekali baru. Pater Hendrik, melalui materinya telah mengajarkan kami tentang wajah yang ramah dari Islam. Wajah yang ramah itu kami lihat dan alami sendiri pada hari ini, ketika kami berjumpa dengan Bu Siti dan segenap warga di Pondok ini.” tutur Suster Yohana.
Pondok Pesantren Walisanga Ende didirikan oleh Bapak Haji Mahmud EK pada tahun 1989. Lembaga ini sangat inklusif. Dia bisa menjalin kerja sama yang baik dengan siapa saja yang memiliki kepedulian kepada sesama manusia. Beda agama bukanlah masalah untuk sang Pendiri Pondok. Dia sangat terbuka untuk menerima siapa saja yang mau berkerja sama atas nama kemanusiaan. Tercatat dalam sejarah Pondok bahwa sejak tahun 1997, Pondok Pesantren Walisanga Ende mulai menerima para calon imam dari Serikat Sabda Allah (SVD) untuk menjalankan masa praktek atau Tahun Orientasi Misioner (TOM). Sampai sekarang, SVD selalu mengirim para calon imam untuk tugas yang sama, TOM. Data terkini dari para santri yang kini sedang belajar di Pondok berjumlah lebih dari 100 orang.
Sumber :
Editor: Redaksi, Laporan: Ven/ Maumere
http://realitainfo.com/?p=3420
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero