Sebagai satu lembaga pendidikan tinggi, Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero merasa perlu untuk memperkaya wawasan serentak mempertajam daya analisis khalayak umum lewat rangkaian Studium Generale atau kuliah umum 2023 di bawah tema umum “Teologi Paus Fransiskus dan Relevansinya untuk Pastoral Praksis di Gereja Lokal.” Kuliah umum ini tidak hanya melibatkan segenap sivitas akademika IFTK Ledalero, tetapi juga diperuntukkan bagi masyarakat umum yang ingin menimba insight baru lewat pertukaran ide yang dialogal.
Rangkaian kuliah umum ini pun dibuka lewat kuliah umum pertama pada Sabtu (7/10), tepat pukul 16.30 WITA. Dalam kesempatan kuliah umum pertama ini, Pater Dr. Bernardus S. Hayong, SVD, Kaprodi Filsafat IFTK Ledalero, dipercayakan sebagai narasumber utama dengan mengusung tema yang sangat menarik, yakni “Pencari Kebenaran yang Tak Pernah Lelah: Blaise Pascal dan Sublimitas et Miseri Hominis.” Kuliah umum yang bertempat di Auditorium Kampus 2 IFTK Ledalero ini dihadiri oleh Pater Dr. Otto Gusti Madung, SVD, Rektor IFTK Ledalero, Pater Dr. Yosef Keladu Koten, SVD, Wakil Rektor 1 IFTK Ledalero, beberapa dosen, beberapa tenaga kependidikan, para perwakilan mahasiswa IFTK Ledalero, serta satu orang undangan.
Sebelum masuk ke sesi pemaparan materi, Lois Jewaru, Master of Ceremony (MC), memberi kesempatan terlebih dahulu kepada Pater Dr. Pupilius Meinrad Buru, SVD untuk memberi informasi umum terkait studium generale 2023 serta beberapa petunjuk dan arahan yang perlu diperhatikan selama kuliah umum berlangsung. “Tahun ini, kita selenggarakan kuliah umum ketiga dengan tema Teologi Paus Fransiskus dan Relevansinya untuk Pastoral Praksis di Gereja Lokal,” jelas Direktur S2 Teologi Kontekstual IFTK Ledalero, yang juga berperan sebagai moderator dalam kuliah umum pertama ini. Dalam informasinya tersebut, Pater Pupilius juga menyebut bahwa kuliah umum 2023 akan berlangsung dalam 6 kali pertemuan.
Selepas Pater Pupilius, MC memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Pater Bernard Hayong untuk memaparkan materi yang berlangsung dari pukul 16.50-17.46 WITA. Secara garis besar, dalam pemaparannya, Pater Bernard berusaha untuk menjelaskan gagasan filosofis Blaise Pascal, terutama soal rasionalitas hati, yang dimaknai Paus Fransiskus dalam Sublimitas et Miseria Hominis (kebesaran dan kesengsaraan manusia)dan menarik relevansinya untuk konteks saat ini.
Ada tiga skema besar dalam materi yang dibawakan oleh Pater Bernard. Pertama,penjelasan tentang situasi Perancis ketika Pascal lahir dan hidup. Pada bagian ini, ada dua hal penting yang disoroti oleh Pater Bernard, yakni Provincial Letters (surat-surat provinsial) dan kritik Pascal terhadap rasionalisme Descartes. Inti provincial letters ialah kritik Pascal terhadap sikap kelompok imam Jesuit yang berusaha menghegemoni kebenaran dalam temuan-temuan ilmiah bukan dengan eksperimen ilmiah, tetapi otoritas gerejani. Sementara itu, dalam karya apologetis terhadap kekristenan di bawah judul Pensêes (pemikiran-pemikiran), Pascal mengeritik rasionalisme Descartes dalam empat poin, yakni a) pandangan bahwa yang benar itu hanya yang masuk akal masih perlu dipertanyakan; b) gagasan tentang kepastian akal (idea clara) berdampak pada pengakuan pada “aku yang sedang berpikit (cogito)” dan terpisah dari tubuhku, sehingga bertentangan dengan persatuan substansial jiwa dan badan; c) pengetahuan direduksi haya pada akal berisiko pada orientasi teknis-praktis untuk menguasai alam; d) Filsafat Descartes menghendaki pemisahan antara filsafat dan agama, di mana agama berada di luar jangkauan rasio.
Kedua, gagasan filosofis Blaise Pascal tentang situasi paradoksal manusia menuju rasionalitas hati. Ada dua poin penting yang dikupas pada bagian ini, yakni ketakcukupan akal dan rasionalitas hati. Melalui ketakcukupan akal, Pascal menunjukkan adanya keterbatasan rasio dalam memahami atau mencari sesuatu. Pascal memulai pencariannya dengan berdasar pada fakta ketidakseimbangan (disproporsi) manusiawi. Ia membedah fakta paradoksal manusiawi ini dengan memadukan perspektif scientific-ilmiah (rasio) dan logika hati (iman). Karena itu, Pascal menawarkan rasionalitas hati dan dayanya untuk menutup celah paradokalitas dan misteri eksistensi manusia. Pascal menulis, “Hati memiliki alasan-alasan yang tidak dimengerti akal” (Pensêes, 277). Ia menunjukkan bahwa secara fundamental, kehendak manusia itu sudah terhubung dengan keteraturan caritas (cinta kasih). Hidup manusia tidak cukup diyakinkan dengan akal. Hati mesti dilibatkan. Dengan cara ini, Pascal melampaui rasionalitas Descartes.
Ketiga, sejauh mana Paus Fransiskus mendalamai gagasan filosofis Pascal tentang kebesaran dan kesengsaraan manusia dalam Surat Apostolik Sublimitas et Miseria Hominis (SMH), sebuah Surap Apostolik yang ditulis oleh Paus Fransiskus sebagai kenangan akan 400 tahun meninggalnya Blaise Pascal. Ada tiga poin penting Sublimitas et Miseria Hominis, yakni Tuhan di antara Hati dan Budi, keteraturan caritas, serta opsi dasariah antara dengan atau tanpa Allah.
Pada poin Tuhan di antara hati dan budi, Paus Fransiskus mengutip salah satu pernyataan inspiratif dari Pascal soal keagungan manusia. Bahwasannya, keagungan manusia tidak hanya terletak pada akal budi, tetapi juga juga sikap kerendahan hati untuk mengakui dirinya sebagai orang yang malang, hina dan sengsara (Pensêes 397). Karena itu, Paus Fransiskus, dengan merujuk pada Pascal, menilai bahwa keterbukaan manusia untuk mencari kebenaran Ilahi hanya akan dimengerti kalau orang menyadari bahwa Yesus Kristus dan Kitab Suci adalah kunci dan pusat pemahaman itu sendiri.
Sementara itu, dalam keteraturan caritas, Paus Fransiskus mengakui intelektualitas Pascal untuk menemukan bahwa tanpa cinta, tidak ada kebenaran yang layak. Kebenaran tanpa cinta hanyalah ilusi, bukanlah kebenaran Allah, ia hanyalah idolatria (Pensêes 581). Karenanya, Paus Fransiskus yakin bahwa cinta dan belaskasihan menjadi kebajikan manusia Kristiani untuk mencari kebahagiaan di era sekarang ini.
Akhirnya, pada bagian ketiga SMH, Paus Fransiskus memberi kita dua opsi dasariah. Pilihan dengan Allah akan membawa kita kepada kehidupan dan kebaikan, sedangkan opsi tanpa Allah akan membawa kita kepada kematian (Ulangan 30:15-19).
Setelah sesi pemaparan materi, Pater Pupilius, moderator kuliah umum pertama, memberi kesempatan kepada segenap peserta yang hadir untuk bertanya dan berdiskusi. Sesi diskusi ini dibagi ke dalam dua sesi dan masing-masing sesi terdiri atas tiga pertanyaan. Dalam sesi diskusiSalah satu pertanyaan menarik pada sesi pertama dilayangkan oleh Riki Mantero, Mahasiswa Pascasarjana Semestar I Prodi Teologi IFTK Ledalero. Ia bertanya demikian, “kebenaran rasio kan dapat dibuktikan oleh pembuktian-pembuktian rasional, misalnya pembuktian melalui ilmu-ilmu empiris dan pembuktian rasional lainnya. Kemudian, kebenaran hati dapat dibuktikan lewat apa, supaya kita dapat mengatakan bahwa itu sesungguhnya adalah kebenaran?” Menanggapi pertanyaan Riki tersebut, Pater Bernard menjelaskan bahwa memang akan sangat sulit untuk membuktikan kebenaran hati, ketimbang kebenaran-kebenaran yang kita temukan dalam pengalaman konkret harian kita. Akan tetapi, rasionalitas hati yang ditawarkan oleh Pascal sebenarnya bertitik tolak dari fakta yang memperlihatkan bahwa dalam banyak pengalaman akal tidak bisa menyelesaikan pun menjelaskan banyak hal. Karena itu, bagi Pascal, untuk hal-hal tertentu yang tidak bisa didekati dengan akal, dia mengungkapkannya itu dengan hati. Namun, lanjut Pater Bernard, muncul pertanyaan kebenaran hati macam mana?
Dari proses pembacaan Pater Bernard atas karya-karya Blaise Pascal, ada dua kebenaran hati yang digagas oleh Pascal, yakni kebenaran hati dalam artian etis-moral dan juga kebenaran hati dalam iman. Kebenaran etis-moral bisa dipertanggungjawabkan dengan memperlihatkan perilaku, sikap dan tindakan kita ketika berhadapan dengan satu persoalan tertentu. Sebaliknya, kebenaran secara iman tidak bisa dibuktikan secara empiris, tetapi dalam artian tertentu ia juga bisa mempengaruhi subjek ketika berhadapan dengan persoalan tertentu. Karena itu, bagi Pater Bernard, pembuktian terhadap kebenaran hati yang digagas oleh Pascal lebih kepada kebenaran etis-moral serta kebenaran pengungkapan iman. Sebab, “Pascal menjadikan kedua aspek ini sebagai piranti untuk menutupi apa yang ia rasa sebagai celah dalam kebenaran rasio.”
Mencermati jawaban dari Pater Bernard tersebut, Pater Amandus Klau, SVD, Kaprodi Desain Komunikasi Visual (DKV) IFTK Ledalero, memberi satu tanggapan kritis. Baginya, kalau pendasaran Pascal terletak pada kebenaran etis-moral dan iman, maka hal itu cukup problematis. Sebab, ada banyak orang yang melakukan tindakan radikal dengan nyaman dan bahkan percaya bahwa ia akan masuk surga lantaran adanya pembatinan nilai tertentu. Karena itu, Pater Amandus mempertanyakan rasionalitas hati yang digagas oleh Blaise Pascal. Kalau rasionalitas hati, demikian Pater Amandus, bagian dari pembatinan nilai, maka konsep atau pikiran yang salah akan berdampak pada tindakan yang salah pula.
Kuliah umum pertama ini berakhir pada pukul 19.00 WITA. Sekalipun jumlah peserta yang hadir tidak terlalu banyak, tetapi semangat dan antusiasme para peserta terus membara hingga kuliah umum pertama ini usai. “Kuliah umum ini mendorong saya, dan mungkin juga semua peserta yang hadir, untuk tidak pernah lelah dalam mencari dan menemukan kebenaran,” ujar Venan Vensinyo, Wakil Ketua 1 BEM IFTK Ledalero selepas kuliah umum.
Tampak dalam foto, para peserta kuliah umum pertama 2023 IFTK Ledalero pose bersama usai kuliah umum pertama berakhir.
Apri Selai
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero