•  Beranda  /
  •  Public  /
  •  P. DR. FELIX BAGHI, SVD BERBICARA TENTANG RELIGIOSITAS DAN POSTMODERNISME DI RITAPIRET

P. DR. FELIX BAGHI, SVD BERBICARA TENTANG RELIGIOSITAS DAN POSTMODERNISME DI RITAPIRET

img

     P. Dr. Felix Baghi, SVD, dosen filsafat STFK Ledalero, diundang oleh komunitas calon imam Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret untuk membawakan seminar dengan tema “Religiositas dalam Postmodernisme: Beriman dalam Kemustahilan”, pada Minggu, 27 Maret 2022. Seminar yang bertempat di Saint Peter’s Hall dan dimoderatori oleh Fr. Feris Koten ini diinisiasi oleh kelompok diskusi Centro John Paul II dan seksi akademik Seminari Tinggi Interdiosesan Santo Petrus Ritapiret serta dihadiri oleh warga komunitas Ritapiret. Dalam sambutannya, Fr. Sandy Cakputra, perwakilan panitia penyelenggara seminar mengatakan bahwa seminar ini dapat menghindarkan para romo dan frater yang hadir dari disorientasi dalam beriman terutama di era postmodern.

seminar pater felix ritepiret 2022 “P. Dr. Felix Baghi akan menghantar kita pada diskursus bagaimana beriman di era postmodern, berhadapan dengan banyaknya kemungkinan. Yang pasti Allah menjadi dasar segala kemungkinan itu, termasuk segala situasi postmodernisme yang telah tercerai-berai; dan dalam diskusi ini saya yakin dikemudian hari kita tidak mengalami disorientasi dalam beriman di era postmodern, di mana kehidupan terfragmentaris.” Ungkap Fr. Sandy Cakputra, Frater tingkat V dan mahasiswa pascasarjana STFK Ledalero.

Presentasi Materi

      P. Dr. Felix Baghi mengawali presentasinya dengan menguraikan arti dari religiositas. Dia melihat bahwa religiositas tidak berhubungan dengan dengan manusia beriman atau orang beragama. Religiositas, lanjutnya, merupakan aspek murni sentimental dari orang yang beriman atau tidak beriman, beragama atau tidak beragama dengan tanpa adhesi atau kelekatan formal pada normativitas agama.

      “Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh seorang romo senior di Indonesia…., Romo Mangunwijaya, dia bilang religiositas itu aspek yang berada dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal yang sedikit misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas jiwa, cita rasa yang mencakup totalitas.” Jelas P. Dr. Felix Baghi dalam presentasinya.

      Setelah menguraikan arti dari religiositas, Dr. Felix kemudian membicarakan tentang metafora jalan untuk menjelaskan tentang situasi eksistensial manusia. Dalam kaitan dengan itu, dia juga menguraikan tentang situasi dan kondisi postmodernisme serta kemendesakan untuk merefleksikan iman secara baru melalui penjelasannya tentang iman, harapan dan kasih. Dalam pembicaraannya tentang kemustahilan, Dr. Felix menjelaskan bahwa religiositas berhubungan dengan kemustahilan yang tak terduga. Kemustahilan, lanjutnya, merupakan bagian dari rencana Allah yang ajaib. Kalau bagi Allah tidak ada yang mustahil, maka bagi manusia yang ada adalah kemustahilan.

     “Religiositas dalam postmodernisme berhadapan dengan kemustahilan yang tidak terduga. Seperti apa yang dikatakan Santo Paulus dalam 1 Kor. 2:9, apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, tidak pernah timbul di dalam hati manusia, semuanya tidak terduga. Itu kemustahilan.” Jelas Dr. Felix.

Sesi Diskusi

      Banyak pertanyaan dan tanggapan membanjiri sesi diskusi. Sesi ini dibuka dengan sesi pertanyaan informatif dan diteruskan dengan sesi pertanyaan diskusi. Fr. Ichan Priyatno melihat bahwa kecenderungan postmodernisme adalah anti fundasionalisme yang mengakibatkan pelenyapan panduan normatif bersama. Bagi dia, subyek religius harus senantiasa menjaga tegangan antara yang partikular dan universal. Unsur-unsur normatif haruslah tetap dipegang. Dia kemudian mempertanyakan tentang kemungkinan mencapai kesalingpemahaman antarsubyek di tengah pluralitas postmodern.

     “Apakah di tengah pelbagai kemungkinan pandangan akan kebenaran masih ada jalan untuk kita mencapai kesalingpemahaman; dan juga apakah tawaran intersubjektivitas yang ditawarkan oleh Jurgen Habermas masih sangat relevan?” ungkap Fr. Ichan Priyatno, Frater tingkat IV dan mahasiwa semester VIII STFK Ledalero.

     Tanggapan dan pertanyaan lain datang dari Fr. Paul Randjang. Mengutip pendapat dari Romo Mangunwijaya, dia memproblematisasi ketegangan antara institusi keagamaan yang bersifat formalistis dan religiositas otentik yang melekat dalam keintiman jiwa.

seminar pater felix ritepiret 2022 2Romo Epin Budiman menyoroti plularitas dan relativitas nilai yang muncul dalam postmodernisme. Bagi dia situasi itu muncul dari pengaruh alat komunikasi modern, yaitu gadget. Dia kemudian menanyakan cara untuk menghidupi religiositas dalam postmodernisme yang diwarnai oleh relativitas nilai yang dapat mengancam nilai-nilai yang telah lama kita pegang. Relativitas nilai ini juga diangkat oleh Fr. Fino Gesing dalam tanggapannya.

     Sementara itu, Fr. Elik Amut berbicara tentang dua aspek keberimanan, mistis dan transformatif. Dia menyoroti problem soal imam yang tidak mampu menjaga ketegangan antara spiritualisme dan aktivisme kemanusiaan, yang konservatif dan progresif.

Menjadi Api yang Terus Menyala

     Diskusi berlangsung alot hingga pukul 11.00 WITA. Diakhir diskusi, P. Dr. Felix Baghi, SVD mengatakan bahwa seluruh pertanyaan dan proses diskusi sangat memuaskan dia. Dia berharap substansi iman dapat terus dijaga dan dijadikan api untuk semakin progresif.

     “Hemat saya, seluruh pertanyaan frater sangat memuaskan saya, dan saya coba berjuang memberi penjelasan sejauh dapat. Tapi poin yang penting itu, kita tetap menjaga substansi iman kita dari dalam. Karena itu formalisme hidup penting. Tetapi juga substansi itu harus dilihat semacam api yang tidak pernah padam, yang selalu menyala dan membuat kita selalu hidup untuk progresif dalam cara kita mengungkapkan panggilan kita di tengah dunia, di tengah masyarakat.” Ucap P. Dr. Felix Baghi, SVD.*

Simpli Dalung

BAGIKAN