•  Beranda  /
  •  Public  /
  •  IFTK Ledalero Undang Prof. Dr. Fransisco Budi Hardiman sebagai Pembicara Utama dalam Seminar Nasional Bertema Filsafat dan Teknologi

IFTK Ledalero Undang Prof. Dr. Fransisco Budi Hardiman sebagai Pembicara Utama dalam Seminar Nasional Bertema Filsafat dan Teknologi

img

Institut Filsafat dan Tekonologi Kreatif Ledalero mengundang Prof. Dr. Fransisco Budi Hardiman sebagai pembicara utama dalam seminar nasional yang bertema Filsafat dan Teknologi di Auditorium St. Thomas Aquinas Ledalero pada Sabtu, 4/02/2023. Hadir secara daring, Prof. Dr. Budi Hardiman menyampaikan beberapa gagasan penting dalam pertautan antara filsafat dan teknologi serta aktualitasnya dalam kehidupan.

Sementara itu, penanggap, Dr. Felix Baghi hadir langsung bersama para dosen, mahasiswa dan segenap civitas akademika IFTK Ledalero dengan tema tanggapan Disermen Peradaban: Sophia Techne Poiesis. Seminar yang dilaksanakan dalam rangka mengeratkan ilmu filsafat dan teknologi itu menghadirkan diskursus elite lewat partisipasi audiens dalam pertanyaan atau pun tanggapan yang diberikan.

Ketua Prodi Filsafat dalam kata sambutannya menekankan sinergitas antara filsafat dan teknologi dalam cakupan realitas dunia yang semakin berjalan dalam kecanggihan. Manusia mesti mampu menciptakan dunia filsafat yang berdiri di atas teknologi demi memahami nilai eksistensi kehidupan mereka sendiri.

seminar nasional 2023 februari 3“Menyandingkan filsafat dan teknologi sebagai dua bidang ilmu yang bersinergi dalam sebuah diskursus seperti yang kita buat pada kesempatan ini adalah cara merefleksikan dialektika antara otonomi dan kecakapan manusia, tindakan dan eksistensinya, pemahaman kodrat teknologi dan efek sosio kultural, antropologi dan etis. Memahami dialektika seperti ini memungkinkan kita menyadari bahwa eksistensi manusia dapat dipahami secara teknologis, meskipun tidak semua aspek eksistensialis itu terpenuhi secara integral dalam kecakapan teknologi itu sendiri. Tindakan konkret manusia tidak hanya dibentuk dalam mengeksekusi, tetapi juga dalam hasilnya,” tandas Pater Nar Hayong dalam membuka diskusi pagi hari itu.

Dalam materi yang berjudul Filsafat dan Teknologi Canggih Sebuah Status Quaestionis,  Prof. Dr. Budi Hardiman mempersoalkan bagaimana teknologi canggih berada dan berkembang dalam diri manusia sehingga eksistensinya tetap ada dan berkembang sebagaimana mestinya. Mempersoalkan teknologi secara filosofis baginya adalah cara mengingatkan kembali akan makna aslinya sebagai suplemen.

Ia menegaskan empat pokok persoalan filosofis dengan teknologi itu dalam beberapa spesifikasi, yakni ontologis, epistemologis, etis, dan antropologi. Empat persoalan ini memiliki relasi kesinambungan yang berpengaruh penting dalam ranah teknologi canggih.

“Persoalan esensi teknologi itu adalah persoalan realitas yang terbentuk oleh pemakaian teknologi, dan kita menyebutnya sebagai persoalan ontologis. Persoalan pengetahuan yang dihasilkan atau dimediasi lewat teknologi kita sebut persoalan epistemologis. Persoalan dampak baik atau buruk dari pemakaian teknologi kita sebut sebagai persoalan etis. Persoalan makna dan tujuan hidup manusia yang dipengaruhi oleh pemakaian teknologi kita sebut sebagai persoalan antropologis,” beber Prof. Dr. Budi dalam presentasi.

Dalam pembahasan lanjutan, Prof. Dr. Budi juga menempatkan isu-isu aktual yang menyentuh realitas kehidupan manusia karena empat pokok persoalan sebagaimana inti persoalan eksistensi manusia dalam teknologi itu sendiri. Manusia dianggap kurang memahami diri dalam teknologi sehingga melahirkan apa yang disebut teknologi sebagai substitusi eksistensi manusia, dan bukan suplemen. Oleh karena itu, dalam penutupnya, Prof. Dr. Budi menegaskan bahwa kehadiran teknologi seharusnya menjadi penyokong yang membentuk manusia karena eksistensinya sebagai makhluk yang berperan sebagai suplemen.

“Berefleksi atas kemajuan teknologis, kita akan menemukan perbedaan antara diri kita dan teknologi, dan lewat perbedaan itu kita menjadi diri kita sendiri sebagai manusia. Manusia memang terbatas dalam segi-segi tertentu, seperti kecepatan memproses data, kekuatan fisik, kecermatan menghitung, tetapi lewat keterbatasan itu manusia mengalami hidupnya bermakna melalui perjuangan,” tandasnya pada bagian akhir pemaparan materi.

Sesi Diskusi

seminar nasional 2023 februari 4Dalam sesi diskusi terdapat beberapa pertanyaan menarik yang datang dari dosen dan mahasiswa di Auditorium IFTK Ledalero. Pertama, pertanyaan muncul dari Dr. Felix Baghi sebagai penanggap dalam materi yang disampaikan. Dr. Felix mempertanyakan bagaimana sistem seperti AI dapat diaktifkan sampai level imajinasi atau pertimbangan-pertimbangan etis dan moral. Sebab, hemat penanggap, hal itu jugalah yang menjadi pergumulan para filsuf.

Terhadap hal ini, Prof. Dr. Budi menjelaskan adanya pemisahan hubungan antara AI dan peran manusia itu sendiri dalam teknologi.

“Sejauh karya-karya seperti sistem itu adalah hasil program dan program itu mengkombinasikan elemen yang sudah diinput oleh manusia dalam sistemnya, hal itu sama seperti alat kerja manusia. Namun, satu hal yang diperlukan adalah bahwa sistem Al itu tidak mampu menghasilkan dirinya, sebab sistem AI hanyalah kombinator dari berbagai determinan yang masuk ke dalam sistemnya dan manusia yang mampu menghasilkan dirinya sendiri,” tegas Prof. Dr. Budi dalam jawabannya.

Kedua, Dr. Pice Dori, dosen dan Kaprodi Kewirausahaan IFTK Ledalero, mempertanyakan aspek antropologis dalam pembahasan Prof. Dr. Budi. Pertanyaan P. Pice berangkat dari pernyataan bahwa manusia begitu humanis, lembut, berbanding terbalik dengan aspek sejarah yang Thomas Hobbes katakan sebagai Homo Homini Lupus. Lebih lanjut, ia mempertanyakan suatu situasi saat manusia mengenal teknologi khususnya penciptaan bom atom dan lain sebagainya, Homo Homini Lupus sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya berdampak luas. Apakah ada alasan utama aspek itu dinilai penting dan diangkat dengan maksud untuk memperkuat tugas filsafat di hadapan teknologi?

Ketiga, dari Rival Nakung, Mahasiswa Semester VIII Prodi Filsafat. Rival mempertanyakan paradigma yang memandang masa depan eksistensi manusia dan kemanusiaan ideal itu sebenarnya seperti apa, apakah paradigma pesimisme atau optimisme? Hal itu berangkat dari ideal pembahasan Prof. Dr. Budi yang menjurus kepada paradigma optimisme, berbanding terbalik terhadap penilaian penanya yang lebih menjurus kepada paradigma pesimisme, sebab hal itulah yang mendukung manusia untuk selalu memperjuangkan nilai kemanusiaan itu sendiri.

Pada bagian akhir sekaligus menutup semua pertanyaan-pertanyaan itu, Prof. Dr. Budi Hardiman mengatakan bahwa eksistensi manusia tetap berbeda dengan eksistensi AI sebagai sistem yang diperalat untuk membantu manusia dalam realitas kehidupannya. Ia menegaskan bahwa ia mengambil realisme kritis, dengan suatu pengertian manusia sebagai subyek yang tidak bergantung kepada teknologi, tetapi sebaliknya berevolusi untuk kemajuan berpikir dan cara pandang memahami eksistensi dirinya. Oleh karena itu, Prof. Budi mengharapkan agar manusia tetap mempertegas eksistensi dirinya tanpa mengurangi kemajuan teknologi itu sendiri.*

 

*Atro Sumantro

 

BAGIKAN