Staf inti SEMA STFK Ledalero berpose bersama pemateri usai kegiatan OSPEK pada Sabtu, (22/8) di Aula St. Thomas Aquinas STFK Ledalero Maumere
Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berjiwa Katolik, STFK Ledalero terus membangun kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengadvokasi Hak Asasi Manusia khususnya kaum marginal. Tim Relawan untuk Kemanusiaan-Flores (Truk-F) diundang untuk hadir memberi materi pada OSPEK hari ketiga pada Sabtu, (22/8/2020) bagi Mahasiswa/i baru Tahun Akademik 2020/2021. Kegiatan yang berlangsung pada pukul 08.00-12.00 WITA di Aula St. Thomas aquinas STFK Ledalero ini menghadirkan beberapa pemateri yang menjadi utusan dari Truk-F Maumere, Kabupaten Sikka.
Ibu Elisabet Bestyana sebagai Staf Pendampingan Truk-F, mendapat kesempatan pertama untuk memaparkan secara singkat latar belakang berdirinya Truk-F di wilayah Flores dan visi-misi yang hendak dicapai. Pada mulanya, Truk-F bernama Forum Aliansi Masyarakat Baru Kelompok Peduli HAM yang berdiri pada tahun 1997 di Ledalero dengan beranggotakan para Biarawan-Biarawati dan beberapa tokoh pemerhati HAM. Namun, pada tahun 1999, Forum tersebut berganti nama menjadi Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (Truk-F). Keprihatinan terhadap maraknya aksi perendahan martabat dan diskriminasi kemanusiaan menjadi dasar berdirinya Truk-F dengan tiga divisi, yaitu advokasi, pendidikan dan perempuan.
Dalam pemaparan tersebut, Ibu Elisabet mengatakan, visi dasar Truk-F yaitu memperjuangkan Hak-hak perempuan agar diakui dan dihargai secara utuh. Juga ada dua misi yang hendak dicapai yaitu, memberdayakan kaum perempuan agar mengetahui Hak-haknya dan mendorong mereka untuk memperjuangkan Hak-hak mereka demi mencapai kebebasan dari belenggu penindasan, diskriminasi dan kekerasan. Yang menjadi sasaran advokasi yaitu perempuan dan anak korban kekerasan juga masyarakat miskin dan tertindas. “Perjuangan untuk membela Hak-hak kaum marginal bukanlah hal yang gampang sebab seringkali Truk-F mendapat banyak hambatan dari berbagai pihak,” tutur Ibu Elisabet.
Komitmen mengadvokasi kaum marginal berpedoman pada pengertian HAM sebagai seperangkat Hak yang melekat pada hakikat dan eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan yang wajib dihormati dan dilindungi oleh negara, hukum dan setiap orang demi kehormatan manusia itu sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Yuliantu Valentino yang membawa materi tentang Hak Asasi Manusia Dasar. Menurutnya, perempuan dan anak-anak menjadi subjek yaang rentan dimarginalisasi baik dalam dunia pendidikan, sosial-budaya maupun politik dan agama. Hal ini ditegaskan juga oleh Sr. Fransiska Imakulata, SSpS yang memberi materi tentang Perlindungan Anak di Indonesia. “Di Truk-F banyak sekali kasus kekerasan seksual yang mengorbankan anak-anak dan truk-F bekerja untuk memulihkan mereka,” paparnya.
Selain itu, materi tentang Gender dan Kekerasan terhadap Perempuan diberikan oleh Ibu Seldy Utapara. Dengan suara lantang di hadapan Mahasiwa/i baru, Ibu seldy menegaskan, kesetaraan gender mesti terus disuarakan kepada publik karena fakta membuktikan bahwa masih terdapat jurang antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Perempuan selalu dianggap kaum kelas dua dalam budaya patriarkat juga dalam bidang politik dan kehidupan sosial lainnya. Pada bagian akhir pemaparannya, Ibu Seldy mengajak para hadirin untuk menghilangkan pola pikir diskriminatif terhadap perempuan.
Tak kalah semangat dari Ibu Seldy, Ibu Maria Hendrika juga dengan lantang dan semangat bersuara tentang Advokasi. Inti pemaparan Ibu Maria Hendrika berkaitan dengan proses kerja advokasi di Truk-F untuk mencapai sebuah perubahan, menciptakan sesuatu yang baru dan memajukan sesuatu hal yang baik demi martabat manusia. Ia juga menyinggung tentang diskriminasi terhadap perempuan. Suaranya meleking dan bergelora untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi kaum tertindas khususnya perempuan. “Bicara tentang stunting pada anak-anak itu karena perempuan hamil tidak diperhatikan oleh suami atau laki-laki,” tegasnya. “Istri hamil tapi daging, paha dan dada dinikmati oleh suami,” Ibu Maria melanjutkan.
Menutup pemaparannya, Ibu Maria Hendrika menjelaskan, isu kekerasan harus menjadi isu bersama bukan hanya untuk Truk-F. Oleh karena itu, Truk-F membangun kerja sama dengan berbagai pihak termasuk STFK Ledalero.
Kebebasan Ekspresi sebagai Hak Dasar
Menjelang akhir kegiatan OSPEK, ada sesi diskusi untuk mendalami semua materi yang telah dipaparkan sebelumnya. Aloysius, Mahasiswa baru dari konvik Ledalero membeberkan fakta bahwa di daerah Ruteng, Manggarai, ada kasus yang dialami oleh anak tertentu yang hidup sendiri karena orangtuanya pergi merantau. Nasib anak tersebut tidak diperhatikan oleh keluarga di sekitarnya. Menjawab fakta tersebut, Sr. Fransiska Imakulata, SSpS berkata bahwa anak-anak yang memiliki nasib serupa mesti diserahkan kepada lembaga-lembaga yang berwenang pada bagian advokasi. Namun, menurut Ibu Maria Hendrika, seringkali lembaga bersangkutan mengalami kendala pada bagian administrasi. Ia melanjutkan bahwa orangtua yang menelantarkan anak mesti membuat surat penyerahan anak kepada Dinas sosial di Daerah bersangkutan. Masalah lain yang sering dihadapi ialah aturan dari budaya tertentu yang melihat anak sebagai milik suku bukan hanya milik orangtua. Hal ini menjadi kendala bagi lembaga yang berwenang.
Pertanyaan selanjutnya dari Novri yang mempertanyakan posisi perempuan dalam cengkraman budaya patriarkat. Secara spesifik, ia mengangkat tentang cara berpakaian perempuan dewasa ini yang tidak sesuai dengan kebiasaan budaya tertentu yang melihatnya sebagai sebuah ekspresi yang tidak sopan. Pertanyaan ini langsung dijawab oleh Ibu Seldy Utapara yang menekankan soal kebebasan ekspresi sejauh tidak mengganggu orang lain. “Mengapa hanya perempuan yang dipersoalkan ketika berpakaian yang tidak sesuai dengan budaya tertentu?”, balas Ibu Seldy. Ia menekankan bahwa setiap orang punya kebebasan berekspresi. Budaya-budaya yang mencengkram kebebasan perempuan mesti didiskusikan legalitasnya sesuai perkembangan zaman. Hal ini ditegaskan juga oleh Ibu Maria Hendrika bahwa setiap orang khususnya laki-laki harus melihat secara postif ekspresi berpakaian seorang perempuan. “Sumber Daya Manusia mesti selalu diasah. Mahasiswa juga mesti mendalami masalah ini mulai di STFK Ledalero,” tegas Ibu Maria.
Harapan Truk-F
Usai kegiatan, Sr. Fransiska Imakulata, SSpS, mewakili Truk-F berharap agar materi-materi yang sudah dibagikan dapat membangkitkan motivasi bagi Mahasiswa/i STFK Ledalero dan juga semangat panggilan bagi para Frater untuk mampu memadukan teori dan fakta-fakta konkrit di tengah kehidupan sosial demi solusi bagi martabat manusia khususnya mereka yang nasibnya tidak diperhatikan. (Rian Odel)
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero