BANGKITLAH GERAKAN KAUM MUDA!
(Naskah Akademik Aksi Mahasiswa “STFK Ledalero on the Road”)
Maumere, Flores 26-28 Oktober 2019
Latar belakang aksi
Berbagai macam krisis politik kebangsaan yang merajalela dan berkembang biak di seluruh negeri akhir-akhir ini menimbulkan keresahan. Kita menyaksikan bersama akrobat politik yang dimainkan di Senayan oleh para wakil rakyat dengan menghasilkan produk legislasi sarat kepentingan oligarki. Beberapa Rancangan Undang-Undang, antara lain RUU KPK, RKUHP, RUU Minerba, RUU Ketenagakerjaan, RU Pertanahan, dan lain-lain mengandung pesan yang serupa yaitu membentangkan karpet merah bagi langgengnya struktur ekonomi politik oligarkis nasional dan lokal. Sementara itu utang legislasi berupa pengesahan beberapa UU yang saat ini mendesak, misalnya tentang Penghapusan Kekerasan Seksual tidak kunjung terbayarkan. Pada saat bersamaan, saudara-saudari kita di Papua sedang dilanda bencana kemanusiaan akibat kekerasan negara yang tidak berhenti dengan kedok stabilisasi keamanan nasional.
Setelah lebih dari dua dekade pasca reformasi berdarah 1998, hari ini kita dihidangkan penampakan politik yang tidak jauh berbeda dari era sebelum kejatuhan Soeharto. Mutualisme menjijikkan antara penguasa politik (pemerintah, DPR/DPRD) dengan pengusaha (kapitalis/pebisnis) berlangsung secara sangat terbuka. Watak predatoris dari politik perkoncoan tersebut tampak secara nyata dalam keputusan-keputusan yang tidak mencerminkan kehendak bersama masyarakat. Skenario politik penguasa yang dipandu oleh register kapitalisme-neoliberal memungkinkan kebijakan publik hanya terarah pada kepentingan segelintir orang kaya yang menguasai sebagian besar sumber daya negara. Kekayaan negara lebih banyak terkonsentrasi di bawah kendali elite ekonomi dan politik yang super kuat. Kekuasaan politik yang legitim dan modal ekonomi yang memadai, ditunjang oleh struktur sosial patron-client yang patriarkat dan permisif terhadap penyelewengan wewenang, membuka peluang lebar bagi kontrol yang lebih besar terhadap sumber daya negara. Dengan demikian, akses publik menjadi sangat terbatas.
Desain politik bikinan penguasa yang menyebabkan menurunnya kualitas demokrasi dan kesejahteraan rakyat sampai hari ini tidak diterima begitu saja. Berbagai macam upaya perlawanan dilakukan oleh masyarakat terhadap kesewenangan penguasa. Hal ini membuktikan bahwa krisis benar-benar terjadi dan begitu banyak orang menganggap krisis sebagai problem sosial politik yang besar serta memiliki efek negatif bagi kemakmuran bersama. Demokrasi sebagai alat kontrol populer terhadap kekuasaan dikonfirmasi oleh gerak resistensi rakyat yang tumpah ruah di jalanan beberapa kota. Salah satu satuan sosial penting yang menginisasi dan menjalankan agenda resistensi ini adalah mahasiswa dan pelajar.
Keterlibatan mahasiswa dan pelajar dalam demonstrasi menentang beberapa RUU bermasalah serta berbagai macam problem sosial politik yang terjadi belakangan ini merupakan angin segar bagi demokrasi Indonesia. Keterlibatan kaum muda ini disoroti terutama karena sejarah bangsa Indonesia telah mencatat beberapa keberhasilan gerakan politik mahasiswa (yang paling besar terjadi tahun 1998 dengan menumbangkan Soeharto).
Atas dasar ini, Senat Mahasiswa STFK Ledalero berinisiatif untuk menyelenggarakan sebuah aksi politis dalam rangka mendukung gerakan kaum muda Indonesia. Aksi yang bertepatan dengan ulang tahun ke-91 Sumpah Pemuda dilaksanakan di Kota Maumere sejak tanggal 26 hingga 28 Oktober 2019. Agenda yang direncanakan adalah seminar bertajuk “Kaum Muda di Era Krisis Politik” pada tanggal 26 Oktober dan orasi politik serta pergelaran budaya pada 28 Oktober. Aksi ini adalah bentuk dukungan agar gerakan perlawanan kaum muda tidak mati tetapi berumur panjang di bumi manusia Indonesia.
Tantangan
Aksi mahasiswa dan pelajar di berbagai kota di tanah air menyusul keputusan politik kontroversial pemerintah dan DPR sudah berlangsung beberapa waktu lalu. Meskipun belum turun ke jalan sebagai sebuah institusi kampus, mahasiswa STFK Ledalero tetap mengikuti perkembangan gerakan mahasiswa melalui bacaan dan tulisan-tulisan yang kami produksi. Pembacaan terhadap gerakan mahasiswa dan pelajar mengantar kami pada pertanyaan; sejauh mana gerakan mahasiswa dan pelajar (kaum muda) menjadi efektif hari ini? Atau apa tantangan yang dihadapai gerakan mahasiswa dan pelajar? Pertanyaan ini penting sebagai penuntun bagi aksi kami, bahwa gerakan mahasiswa dan pelajar yang sudah terjadi perlu mendapat sokongan dan dukungan agar lebih kuat dan berpengaruh.
Gerakan mahasiswa dan pelajar, terutama pada 29-30 September lalu akhirnya menjadi desakan yang berarti bagi presiden yang dibuktikan dengan penangguhan pengesahan RKUHP. Namun demikian, RUU KPK yang telah disahkan tidak dapat dibatalkan karena hukum. Di samping itu, tidak ada kabar tentang sikap pemerintah terhadap tuntutan lain, misalnya RUU Minerba, RUU Pertanahan, pemilihan pimpinan KPK yang bermasalah, kasus HAM di Papua, tentang penangkapan aktivis, pembakaran hutan dan hukuman terhadap korporasi di Kalimantan dan Sumatera, dan hukuman bagi penjahat HAM masa lalu. Artinya, oligarki politik tetap kokoh di tengah gempuran demonstrasi mahasiswa dan pelajar.
Tantangan utama gerakan mahasiswa dan pelajar tentu saja datang dari pihak penguasa. Desakan terus menerus dari kaum muda akhirnya ditanggapi dalam dua modus; pertama, secara represif dengan kekerasan aparat yang menyebabkan kematian beberapa orang mahasiswa dan pelajar, juga beberapa orang yang harus dirawat intensif di rumah sakit. Kedua, tanggapan penguasa bersifat halus tetapi tetap menggunakan kekerasan dalam bentuk narasi (kekerasan wacana), yaitu dengan melawan wacana resistensi dengan menebarkan wacana palsu. Wacana palsu versi penguasa misalnya demonstrasi yang ditunggangi kelompok radikal keagamaan demi menjatuhkan Jokowi, meski tuntutan menjatuhkan Jokowi tidak pernah disampaikan kaum muda. Sayangnya, dua strategi penguasa berhasil memengaruhi pandangan sebagian besar rakyat, (termasuk kaum muda sendiri) bahwa demonstrasi mahasiswa dan pelajar adalah upaya menciptakan ketidakstabilan politik agar kelompok oposisi dapat merebut kekuasaan. Padahal, kekuasaan yang sebenarnya memang sudah dikuasai baik oleh Jokowi maupun pihak oposisi, sebab mereka bersatu di bawah payung oligarki.
Tujuan aksi
Kendatipun ditantang secara naratif dan represif oleh pihak penguasa, kami tetap meyakini bahwa mahasiswa dan pelajar adalah tunggangan rakyat Indonesia yang sedang mencari oase keadilan di tengah padang gurun politik yang panas oleh korupsi, kekerasan, dan keangkuhan kekuasaan. Gerakan mahasiswa dan pelajar harus tetap hidup demi meruntuhkan istana kepongahan tempat perselingkuhan elite.
“STFK On The Road” adalah aksi mahasiswa STFK Ledalero di Kota Maumere pada tanggal 26-28 Oktober 2019 yang berangkat dari kesadaran akan pentingnya gerakan mahasiswa di era krisis politik.
Pertama, mahasiswa STFK Ledalero mendukung konsolidasi gerakan kaum muda yang sudah dan akan terus berlangsung di Indonesia dan NTT. Kami ingin berdiri bersama mahasiswa dan pelajar yang selama ini turun ke jalan menumpahkan segala kegelisahan rakyat dalam berbagai jenis aksi. Dengan demikian, kami hendak menegaskan posisi kami dalam memprotes berbagai keputusan politik kontroversial yang diproduksi di ruang parlemen dalam kerja sama dengan pemerintah (Presiden Jokowi). Aksi ini adalah bentuk dukungan sekaligus pendidikan politik yang kami inisiasi agar masyarakat semakin menyadari krisis politik yang terjadi tanpa memandang rendah gerakan kaum muda sebagai tunggangan kelompok radikal keagamaan tertentu. Pendidikan politik dimaksud juga bertujuan agar masyarakat Maumere dan sekitarnya memiliki concern terhadap keseriusan gerakan kaum muda selama ini.
Kedua, kami mengajak kaum muda untuk mempersiapkan aksi secara matang dalam suatu politik organisasional yang terkonsolidasi, terkoordinasi dan berjejaring kuat. Kabar bahwa ada demonstran yang tidak memahami secara baik aksi dan tuntutannya sendiri adalah bumerang bagi kaum muda. Oleh karena itu, aksi ini adalah bentuk ajakan agar aksi kaum muda mesti dipersiapkan di dapur akademik secara matang sebelum ditumpahkan secara bersama di jalanan. Selain itu, menghadapi multitude krisis, kaum muda juga harus memperjuangkan gerakan multitude, yaitu gerakan yang terjadi di berbagai tempat yang berbeda sesuai konteksnya tetapi tetap berada dalam jejaring, koordinasi dan konsolidasi yang sama. Jejaring, koordinasi, dan konsolidasi benar-benar dibutuhkan agar tidak ada penyusup yang mengadu domba dan memecah belah gerakan.
Dalam rangka itu, kami membutuhkan bantuan dan kerja sama yang baik dalam melancarkan aksi 26-28 Oktober ini. Kami meminta kerja sama pemerintah, media massa, kampus, institusi swasta, organisasi kepemudaan, Gereja, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat dan seluruh masyarakat Kabupaten Sikka agar mendukung aksi ini demi terpenuhinya asas kebebasan berpendapat dan tercapainya keadaban politik yang adil dan menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Ledalero, medio Oktober 2019
Anno Susabun, dkk
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero