Teologi Publik Dapat Menjadi Inspirasi Perjuangan Melawan Ketidakadilan

img

Dr. Joel Hodge ketika sesi diskusi

Teologi publik dapat terus dikembangkan dan dijadikan sebagai inspirasi perjuangan untuk keadilan dan kemanusian. Teologi publik juga menginspirasikan orang untuk melawan berbagai bentuk ketidakadilan dan pelecehan terhadap kemanusiaan.

Demikian sari pemikiran dari dua orang narasumber yang tampil pada hari kedua Konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero bertempat di Auditorium Maximum Kampus II IFTK Ledalero, Jalan Wairklau, Maumere, Flores, NTT, Sabtu (28/9).

Prof. Joel Hodge dari Australian Catholic University membawakan materinya "Doing Public Theology Today: the Victim Modernity and the Return of the Secred" (Melakukan Teologi Publik Dewasa Ini: Korban Modernitas dan Kembalinya Yang Tersembunyi". Joel menegaskan pentingnya teologi dalam kehidupan manusia. Teologi publik itu memuat ide-ide kritis dalam memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan, termasuk juga bersikap kritis terhadap bahaya-bahaya dari modernitas.

"Saat ini, mengklaim status korban dalam modernitas adalah sesuatu yang kuat. Contohnya adalah timbulnya pelecehan terhadap solidaritas di Indonesia di kalangan kaum jihad didasarkan pada dogma bahwa umat Islam menjadi target penindasan di wilayah Barat" katanya.

Joel juga menegaskan pentingnya dialog dalam mengatasi ancaman persaingan yang menyebabkan krisis umum dan kehancuran sosial. "Dialog adalah bagian penting dalam kehidupan kristiani. Dalam berdialog, kita akan saling memberi dan menerima," katanya.

Pembicara kedua, Prof. Dr. F. X. Armada Riyanto dari Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana, Malang, membawakan materi “Praxis in Public Theology and Revisit of The Meaning of Theology” (Praksis Teologi Publik dan Meninjau Kembali Makna Teologi).

Armada menekankan bahwa umat Katolik tidak boleh tinggal diam berhadapan dengan berbagai bentuk tindakan diskriminasi dan melawan dengan tegas segala bentuk ketidakadilan. Dia mencontohkan bahwa pada tahun 1600-1800 gereja di Indonesia mengalami penindasan dari pemerintahan VOC. Namun, gereja tetap bertahan hingga saat ini bahkan gereja di Indonesia khususnya di Flores mengalami perkembangan yang begitu pesat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya misonaris dari Indonesia yang dikirim ke luar negeri.

Prof. Armada juga mengajak semua peserta, khususnya para teolog, agar tidak menjadikan teologi sebagai ilmu yang hanya dibicarakan dalam ruang kelas, tetapi  harus diterjemahkan di jalanan atau di pasar dan mampu menjadi model dari sebuah perjuangan melawan ketidakadilan.

Pada sesi diskusi yang dipandu oleh Dr. Bastian Limahaekin, mantan Ketua Sinode GMIT, Dr. Mery Kolimon, memberikan tanggapan bahwa teologi publik di Indonesia lebih bersifat maskulin karena peran perempuan dalam teologi sangat minim. Menanggapi umpan balik tersebut, Prof. Armada menegaskan bahwa teologi memang merupakan satu disiplin ilmu yang masih sangat kurang diminati oleh biarawati dan mahasiswi di Indonesia. Karena itu, dia berharap agar lebih banyak perempuan yang studi teologi agar semua orang lebih mengerti tentang pentingnya teologi dalam membantu kehidupan semua orang.

Salah seorang peserta konferensi, Dr. Willy Gaut, yang ditemui setelah kegiatan Konferensi Internasional tersebut, menyampaikan apreseasinya atas terselenggaranya kegiatan tersebut.

"Selama saya di Belgia, saya menyaksikan seminar-seminar di Ledalero dengan jumlah yang semakin banyak dibandingkan sewaktu saya menjadi mahasiswa di sini. Saya sangat bangga dan tentunya mengapresiasi organisasi acara ini, secara khusus antusiasme peserta selama kegiatan baik dalam sesi-sesi utama maupun dalam sesi paralel. Saya sendiri merasa luar biasa dan saya pikir bahwa para pembicara tamu kita dari luar negeri juga mereka terkesan sekali dengan acara ini, " katanya.

Kesan dan apresiasi yang sama juga disampaikan oleh Dr. Mery Kolimon. "Saya sangat mengapresiasi panitia yang telah berinisiasi dan menyelenggarakan acara hebat ini. Teologi publik itu suatu kebutuhan besar terutama ketika gereja-gereja kita melakukan pelayanan di tengah masyarakat multi religius seperti Indonesia. Keterampilan dalam menyampaikan pesan iman di ruang publik mesti kita kembangkan," tuturnya.

Pendeta Mery juga memberikan ucapan terima kasih kepada IFTK Ledalero yang telah membuka diri dengan mengundang mereka dari gereja Protestan untuk turut terlibat dalam momen berharga ini. Ia juga mengharapkan supaya fakultas teologi di Indonesia perlu menyiapkan ruang diskusi bersama seperti ini.

Penutupan diisi “Ibadat” Ekumene

Konferensi Internasional dengan tema “Public Theology for the Indonesian Context” yang diselenggarakan oleh IFTK Ledalero pada akhirnya ditutup usai sesi kedua konferensi pada Sabtu (28/9) sore. Acara penutupan ini ditandai dengan perayaaan ekaristi yang dipimpin oleh Rektor IFTK Ledaler, Pater Dr. Otto Gusti Madung dan pengkotbah Pendeta Dr. Mery Kolimon. Perayaan ekaristi ini dihadiri oleh para pembicara dan peserta yang terdiri dari dosen dan mahasiswa serta beberapa tamu dan undangan.

Pendeta Dr, Mery Kolimo dalam kotbahnya mengatakan bahwa teologi publik sebenarnya sudah diajarkan oleh salah seorang yang bukan murid Yesus namun ditentang oleh para rasul.

"Ketika mengetahui bahwa para murid menentang orang itu, Yesus berkata kepada para murid bahwa siapa yang tidak melawan kita berarti bersama kita. Dalam hal ini, Yesus mau mengajarkan kepada kita agar menghargai orang lain tanpa memandang status mereka. Hal ini juga berarti Gereja harus selalu terbuka untuk belajar dari dunia khususnya dari umat yang beragama lain demi suatu nilai kemanusiaan. Dalam seminar ini juga kita diajarkan untuk selalu menunjukkan sikap hormat terhadap yang lain," tutur teolog feminis asal NTT itu.

Mery Kolimon juga menegaskan bahwa teologi publik mesti ditunjukkan dengan keberpihakan kita terhadap orang lemah, dan selalu berusaha mebawa dunia ke arah yang lebih baik. "Kita diharapkan untuk selalu kritis dengan diri kita sendiri agar teologi yang kita hidupi dapat membawa kedamaian bagi sesama. Seperti yang sudah kita bicarakan dalam seminar ini, kita mesti selalu giat dalam memperhatikan sesama yang terluka. Akhirnya, mari kita membawa dunia ke arah yang lebih baik seperti yang diajarkan Yesus dengan berteologi dengan baik," katanya.

Setelah perayaan Ekaristi, acara dilanjutkan dengan makan malam bersama yang berlangsung di area kantin Kampus II IFTK Ledalero. Dalam acara tersebut pembicara dan peserta seminar intenasional menyaksikan beberapa mata acara seperti nyanyian dan tarian lokal yang  dibawakan oleh para mahasiswa dan mahisiswi IFTK Ledalero. Acara ini sekaligus merupakan ajang untuk mempromosikan kebudayaan lokal melalui pementasan tarian dan lagu-lagu daerah.

***

Tgl 28 Prof. Dr. F. X. Armada Ryanto ketika menyampaikan materi

Prof. Dr. F. X. Armada Ryanto ketika menyampaikan materi


 

Tgl 28 Pendeta Dr. Mery Kolimon ketika membawakan kotbahnya dalam misa penutupan seminar

Pendeta Dr. Mery Kolimon ketika membawakan kotbahnya dalam misa penutupan seminar


 

Tgl 28 Para pemateri seminar hari kedua 28 9 didampingi moderator dan Rektor IFTK Ledalero

Para pemateri seminar hari kedua 28 9 didampingi moderator dan Rektor IFTK Ledalero


 

Tgl 28 Moderator Seminar hari kedua 29 9 Dr. Bastian Limahekin SVD

Moderator Seminar hari kedua 29 9 Dr. Bastian Limahekin SVD


 

Tgl 28 Dr. Joel Hodge ketika sesi diskusi

Dr. Joel Hodge ketika sesi diskusi


 

Tgl 28 Dr. Joel Hodge ketika menyampaikan materi

Dr. Joel Hodge ketika menyampaikan materi

SHARE THIS