(Ket: Tampak Pater Willy Gaut mempresentasikan materi via online dalam kuliah umum pekan ke VI IFTK Ledalero 2023. Foto Sie Dokumetasi BEM IFTK Ledalero/San Pengasi)
“Paus Fransiskus tentang Gereja yang Sinodal” menjadi judul materi ke VI dalam Studium Generale (kuliah umum) pekan ke VI 2023 yang diselenggarakan oleh Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero. Kuliah umum pekan ke VI tersebut sekaligus menjadi kuliah umum terakhir dalam tahun ini. Pemateri dalam kuliah umum ke VI tersebut ialah Willy Gaut, M.Th. Lic.. Kuliah umum bersama Pater Willy dilakukan secara online karena saat ini beliau sedang menyelesaikan Penelitian Doktoral pada Research Group of Fundamental Theology and Political Theology, Fakultas Teologi dan Kajian Keagamaan, KU Leuven, Belgia. Untuk mengantisipasi gangguan jaringan selama pemaparan materi, pertama-tama peserta kuliah menonton video rekaman pemaparan materi yang sudah dibuat oleh Willy lewat kanal YouTube IFTK Ledalero. Kegiatan tersebut berlangsung di lantai 3, Auditorium Kampus 2 IFTK Ledalero Jl. Wairklau, Maumere pada Sabtu (09/12/2023).
Topik Gereja yang sinodal adalah satu topik yang menurut Willy penting untuk merefleksikan gagasan Paus Fransiskus tentang Gereja yang sinodal. Terkait dengan konsep Gereja yang sinodal atau sinodalitas Gereja tersebut, pertama-tama Willy menggunakan pengertian sinodal berdasarkan dokumen International Theological Commission (2018): Sinodality in the Life and Mission of the Church yang mana dokumen tersebut menekankan aspek penting dari sinodalitas Gereja pada keterlibatan dan partisipasi aktif dari semua umat beriman dalam hidup dan misi Gereja.
Pada tahun 2015, pada acara penutupan pertemuan para uskup dengan Paus sebagi uskup Roma, Paus Fransiskus menegaskan sinodalitas merupakan cara hidup menggereja pada milenium ketiga, dan sinodalitas berarti proses berjalan bersama yang melibatkan seluruh anggota Gereja. “Hemat saya, ada dua hal penting yang patut digarisbawahi di sini. Pertama, dengan gagasan Gereja yang seluruhnya sinodal, Paus menegaskan bahwa konsep umat Allah mestinya menjadi gambaran utama dari hakikat Gereja seturut Lumen Gentium dari (Konsili) Vatikan II. Kedua, Paus Fransiskus sesungguhnya telah melampaui arti lebih sempit dari sinodalitas yang dibatasi pada konsiliaritas dan kolegialitas, dua konsep yang sering dipahami sebagai arti atau makna dari sinodalitas,” jelasnya. “Ketika dipahami sebagai konsiliaritas,” kata Willy, “sinodalitas merujuk pada pertemuan semua Uskup dengan Paus sebagai Uskup Roma dalam rangka menyelenggarakan tugas memimpin dan mengajar yang diemban Gereja. Sementara ketika dipahami sebagai kolegialitas, sinodalitas mengacu pada kolegialitas episcopal dalam sinode para Uskup, baik pada tingkat nasional, regional, maupun internasional yang bertujuan untuk menciptakan wadah kerja sama yang lebih baik dalam rangka menjalankan tanggung jawab dalam memimpin Gereja terutama para Uskup dan Paus, ”.
Pater Willy menggunakan konsep ‘Gereja sebagai persekutuan/communio’ sebagai pendasaran teologis untuk menegaskan Gereja yang sinodal itu mesti terungkap dalam sikap berjalan bersama seluruh anggota Gereja yang merupakan inti dari konsep Gereja yang sinodal menurut Paus Fransiskus. Terkait dengan itu, Paus Fransiksus, demikian Willy, menggambarkan Gereja sebagi kenisah Roh Kudus, di mana Allah bekerja dan kita semua adalah batu yang hidup untuk membangun kenisah tersebut sehingga tidak ada seorang pun yang dinomorduakan. Kita semua setara di mata Allah.
Beberapa teolog Gereja yang dikutip oleh Willy, salah satunya Ormond Rush, seorang teolog Australia, menanggapi konsep sinodalitas Gereja Paus Fransiskus. Menurut Rush, Paus mewujudnyatakan sifat Gereja yang partispatif dan dialogis seturut dokumen Konsili Vatikan II. Sifat Gereja tersebut pertama-tama mendahului umat Allah sebagai subjek dari pada hirarki. Visi tersebut, katanya, tampil sebagai koreksi terhadap model monarki dalam Gereja.
Pater Willy menandaskan tiga elemen penting yang membentuk visi dan praksis Gereja yang sinodal antara lain kesetiaan dan sikap saling belajar dan mendengarkan, pemindaian Roh/disermen Roh, dan proses kolaboratif dan kepemimpinan partisipatif. Selain itu, imam SVD tersebut mengemukakan juga tiga implikasi dan visi dan praksis Gereja yang sinodal tersebut. Pertama, tanggung jawab bersama. Hal ini merujuk pada Gereja yang sinodal itu hidup dari partisipasi aktif dan tanggun jawab bersama. “Tanggung jawab sosial tidak dapat dipusatkan hanya pada segelintir elit,” tegasnya. Kedua, sinodalitas sebagai cara/proses pembuatan keputusan. Ketiga, pengalaman riil sebagai titik acuan.
Salah satu peserta kuliah, Romo Hilde Tanga menanggapi materi yang dipaparkan oleh Willy dari sisi formasi terkait dengan cara untuk melihat secara jujur gejala klerikalisme yang begitu kuat supaya dengan demikian dapat meyakinkan formandi bahwa Gereja ini mesti sinodal. Menurut Willy, hal pertama yang perlu diperhatikan ialah sinodalitas itu membuat kategorisasi antara pembuatan keputusan (decision making) dengan pengambilan keputusan (decison taking) yang mana tahap pengambilan keputusan mesti merupakan satu tahap terakhir dari proses pembuatan keputusan yang cukup panjang yang melibatkan semua orang yang kemudian terkena dampak dari keputusan yang dibuat. Selain itu, prinsip kerja kolaboratif dan partispatif dengan cara memberi tanggung jawab tertentu kepada para formandi juga menjadi cara menerapkan sinodalitas di rumah formasi. “Para formator akan mengintervensi sejauh dibutuhkan,” tandasnya.
Kuliah umum pada tahun ini memasuki kali ketiga. Dalam laporan ketua panita kuliah umum Dr. Bernad Hayong menyampaikan terima kasih dan proficiat kepada seluruh pemateri dan peserta kuliah umum baik yang mengikuti secara online maupun secara offline. Menurut Bernad, refleksi atas gagasan berteologi Paus Fransikus dan relevansinya atas pastoral praksis di Gereja lokal oleh keenam narasumber kiranya membantu peserta kuliah menemukan daya pastoral yang membebaskan umat Allah dan bukannya membebankan umat. Hal lain juga ditegaskan oleh Rektor IFTK Ledalero Dr. Otto Gusti bahwa kuliah umum tersebut bertujuan untuk mendekatkan lembaga kampus dengan masyarakat sekitar. “Lewat kegiatan ini, kita telah berusaha memberikan kontribusi mencerahkan masyarakat kita karena salah satu tugas lembaga pendidikan tinggi adalah mengabdi kepada masyarakat, tetapi juga mendengar apa yang disampaikan oleh masyarakat atau keluhan-keluhan mereka. Dengan itu, lembaga pendidikan tinggi dapat menjadi corong atau suara bagi mereka yang tidak bersuara,” katanya. Kuliah umum pekan keenam tersebut diakhiri dengan memberikan sertifikat kepada masing-masing narasumber dan perwakilan peserta kuliah.
(Ket: Para pemateri dan peserta kuliah umum pekan ke VI IFTK Ledalero 2023 berpose bersama setelah kuliah. Foto Sie Dokumetasi BEM IFTK Ledalero/San Pengasi)
Fonsi Orlando
SHARE THIS
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum volutpat tortor nec vulputate pe0
Cras consectetur suscipit nisi a fermentum. Class aptent taciti sociosqu ad litora
Vivamus convallis lobortis dolor, eu varius ipsum tincidunt sed. Suspendisse sit amet ante ullamcorp0
Nulla vitae urna orci. Nunc at dictum ligula, vel suscipit nunc.
© Copyright 2025 by Ledalero Institute of Philosophy and Creative Technology - Design By Ledalero Institute of Philosophy and Creative Technology