Prodi PKK Selenggarakan Seminar tentang Pedagogi Pembentukan Karakter Anak

img

Program studi Pendidikan Keagamaan Katolik IFTK Ledalero menggelar seminar dengan topik “Pedagogi yang Menumbuhkan Karakter dalam Novel Totto-chan Karya Tetsuko Kuroyonagi” pada Sabtu, 19 November 2022 bertempat di ruang Clemens, IFTK Ledalero. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh mahasiswa/mahasiswi prodi PKK dan beberapa mahasiswa DKV. Hadir juga beberapa dosen IFTK Ledalero dan para guru dari beberapa sekolah tempat mahasiswa PKK/VII berpraktek.

Pada bagian awal pemaparannya, Ibu Erlyn Lasar, dosen pendidikan sekaligus pembicara dalam kegiatan seminar ini mengulas secara singkat mengenai keseluruhan isi novel Totto-chan. Beliau mengulas secara rinci bagaimana seorang Totto-chan yang merupakan seorang anak sekolah dasar yang cerdas, kreatif, komunikatif, dan imajinatif, tetapi sedikit nakal dikeluarkan dari sekolah ketika baru kelas satu sekolah dasar hanya karena sering melakukan kekacauan. Lalu, bagaimana peran kepala sekolah, guru dan orangtua Totto-chan ketika berada di sekolah yang baru yang pada akhirnya membuat Totto-chan betah dan tumbuh menjadi anak yang memiliki karakter yang kuat di sekolah tersebut.

Dalam novel ini juga dikisahkan tentang kepala sekolah Tomoe, Mr. kobayashi yang menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak dan sangat menekankan pada pendidikan karakter dan lebih menekankan pada rasa dan alam, sehingga dalam proses pendidikan anak-anak dilatih untuk saling menerima perbedaan, tidak ada yang merasa dibully dan dibedakan baik oleh para guru maupun oleh teman-teman sekolahnya.

Pada bagian kedua Ibu Erlyn Lasar menjelaskan tentang pentingnya pedagogi dalam membentuk karakter anak. Beliau mengatakan bahwa pada dasarnya seorang anak lahir bukan sebagai kertas kosong, tetapi sebagai kertas yang sudah memiliki coretan-coretan. “Saya pernah mendengar satu pernyataan bahwa, seorang anak dilahirkan bukan dengan keadaan kertas kosong. Karena pada dasarnya semua anak dilahirkan dengan keadaan kertas yang sudah penuh dengan tulisan. Setiap anak dilahirkan dengan potensi yang ada dalam diri mereka. Tugas kita sebagai orangtua dan guru adalah menebalkan bagian-bagian tertentu atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Jika kita salah menebalkan, maka akan menjadi seperti apa anak tersebut,” tegasnya. 

Beliau menambahkan, dalam novel Totto-chan, Tetsuko menonjolkan tentang pendidikan alam dan rasa. “Pendidikan yang selaras dengan alam dan rasa, juga sangat kuat ditonjolkan oleh Tetsuko dalam novel ini. Dia seolah-olah mengingatkan kita bahwa tidak semua orang harus pintar dalam berbagai hal, tetapi bahwa kita pasti memiliki sesuatu dalam diri,” lanjutnya.

Beliau juga melanjutkan bahwa yang paling menarik dari novel ini adalah kepala sekolah menerapkan sebuah konsep yang diperkenalkan oleh seseorang berkebangsaan Prancis yaitu konsep yuritmik yang mana anak-anak diajarkan untuk merasakan musik, bukan soal melodinya tetapi soal ritmik, dengan tujuan untuk membuat kepribadian anak menjadi harmonis. Kepala sekolah Tomoe juga mengajarkan agar anak-anak selaras dengan alam. Dia percaya bahwa melalui alam anak memiliki kerinduan, kegembiraan dan lain sebagainya, karena ada tiga hal yang membuat seseorang bisa mewarisi eksistensinya pertama melalui keturunan, kedua melalui apa yang kita tulis, dan ketiga melalui apa yang kita tanam. Kita boleh memiliki salah satunya, tidak harus memiliki ketiga-tiganya.

“Kekuatan dari usaha untuk menumbuhkan karakter itu lebih berarti daripada membekali seseorang dengan keterampilan tertentu, karena seseorang yang memiliki keterampilan tertentu, namun karakternya kurang baik belum tentu menjadi seseorang yang cemerlang,” tambahnya.

Pada akhir seminar, beberapa peserta mengungkapkan kesan dan komentar mengikuti kegiatan tersebut. Pak Yos Lasar, misalnya mengatakan bahwa seorang calon guru memang perlu mendapat masukan-masukan mengenai dunia pendidikan.

“Biasanya selama ini kita hanya mendengar seminar-seminar tentang filsafat dan seminar tentang pendidikan ini merupakan suatu hal yang baik dan bermanfaat, apalagi untuk kalian sebagai calon guru. Kedua, saat ini kita hidup di dunia pendidikan bukan untuk berkompetisi, tetapi untuk berkolaborasi. Sebagai guru kita harus pandai berkolaborasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan,” ungkap tokoh pendidik dan salah satu pengawas SMP di kab. Sikka itu.

Pak Yos juga berharap agar ditambahkan mata kuliah pendidikan karakter, karena apa yang  didapatkan di bangku kuliah jauh berbeda dengan ketika berada di lapangan. “Karena ketika kita menjadi guru yang berkarakter, saat di lapangan kita akan mudah untuk menyesuaikan diri,” tegasnya.

Kesan lain diungkapkan oleh Mariati dan Sherly mahasiswi  dari prodi PKK. Menurut mereka seminar dengan tema pedagogi yang menumbuhkan karakter dalam novel Totto-chan karangan Tetsuko Koruyonagi itu sangat bagus dan menarik, tidak membosankan dan tentunya banyak sekali pelajaran yang disapatkan sebagai bekal bagi calon guru dan tentunya bisa diterapkan ketika menjadi seorang guru. “Harapan kami semoga ke depannya akan diadakan lagi seminar-seminar yang bertema pendidikan,” ungkap keduanya.

“Tugas guru bukan hanya mengajar atau mentransfer ilmu yang dia miliki, tetapi juga mendidik, artinya bahwa guru juga memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak. Karena itu jadilah guru yang tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik,” pesan Ibu Erlyn Lasar pada akhir seminar.*

 

*Affy Lawa

 

SHARE THIS