Yanuar Nugroho, Ph.D., mantan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI 2015-2019, tampil sebagai pembicara dalam Seminar bertajuk “Menyelamatkan Demokrasi: Tanggapan terhadap Kekisruhan Sejarah Indonesia, pada Sabtu (18/10), di Aula St. Thomas Aquinas, Kampus 1 Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero, Maumere, NTT. Seminar Nasional ini diselenggarakan oleh Program Studi Filsafat IFTK Ledalero. Yanuar Nugroho didampingi oleh Rektor IFTK Ledalero, Dr. Otto Gusti Madung, sebagai pembicara lainnya.
Yanuar Nugroho menguraikan kekisruan demokrasi Indonesia saat ini terkait dengan penulisan sejarah Indonesia yang diinisiasi oleh pemerintah. Menurut dia, ada dugaan-dugaan manipulatif terhadap sejarah bangsa Indonesia yang hendak ditulis ulang oleh pemerintah. “Kebijakan pemerintah untuk menyusun alur kerja, penunjukan panitia, dan ketidakterlibatan publik dalam proyek menulis sejarah Indonesia patut dikhawatirkan. Sebab, proyek semacam ini bisa menjadi media bagi penguasa untuk menghapus jejak kelam bangsa di masa lalu, sekaligus melegitimasi kekuasaannya,” kata dosen pada STF Driyarkara ini.
Nugroho menambahkan, perguruan-perguruan tinggi dapat menulis “sejarah tandingan” dengan mengangkat berbagai sejarah masa lalu di banyak daerah yang sering kali dilupakan. Demikian juga institusi-institusi agama dapat berperan dalam sebagai penjaga moral dan etika. Dengan demikian, menurut Nugroho, lewat upaya-upaya sederhana ini, pemerintah mendapat check and balance dari masyarakat dalam upayanya menulis ulang sejarah bangsa Indonesia.
Sebelum meninggalkan ruang diskusi, Nugroho berpesan kepada segenap civitas akademika IFTK Ledalero agar turut berpartisipasi dalam menyelamatkan demokrasi di Indonesia. “Meskipun suara yang datang dari timur sering kali “kecil” dan kurang “dihargai”, namun setidaknya kita telah menjalankan kewajiban sebagai warga negara yang baik dan setia,” kata Nugroho. Sementara itu, narasumber dua dalam seminar ini, Dr. Otto Gusti Ndegong Madung, mengatakan bahwa proyek ini patut dicurigai terutama karena ketiadaan transparansi dari pemerintah dalam upaya menulis ulang sejarah. “Dan, kita juga tahu bahwa para penguasa sekarang adalah aktor utama dalam sejumlah peristiwa kelam masa lalu.” imbuh Doktor lulusan Hochschule für Philosophie München, Jerman ini. Oleh karena itu, menurutnya, proyek penulisan ulang sejarah ini mesti terus dikawal secara bersama-sama. (Alfian Tanggang)


SHARE THIS
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum volutpat tortor nec vulputate pe0
Cras consectetur suscipit nisi a fermentum. Class aptent taciti sociosqu ad litora
Vivamus convallis lobortis dolor, eu varius ipsum tincidunt sed. Suspendisse sit amet ante ullamcorp0
Nulla vitae urna orci. Nunc at dictum ligula, vel suscipit nunc.
© Copyright 2025 by Ledalero Institute of Philosophy and Creative Technology - Design By Ledalero Institute of Philosophy and Creative Technology

