15 mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero diutus untuk mengikuti Seminar Learn-X di Sea World Club Beach Resort, Maumere, 22/09/2017. Ke-15 mahasiswa ini dipilih dari masing-masing konvik. Seminar yang disebut Learn-X ini secara umum memberi pemahaman kewirausahaan kepada seluruh komponen warga Sikka agar mampu menggunakan kreativitasnya dalam mengembangkan ekonomi.
Acara ini diselenggarakan oleh Net TV serta didukung oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata kabupaten Sikka. Acara yang dimulai pukul 13.30 WITA ini menghadirkan dua narasumber utama yakni Ibu Sherly Irawati, pengusaha kreasi tenun dan Bapak David Daniel, pendiri dan pemilik Lembaga Na’ni House Flores. Hadir pula dalam seminar ini kepala dinas kabupaten Sikka, mahasiswa/i dari Unipa Maumere, Politeknik Christo Rei Maumere, IKIP Muhamadiyah Maumere, para budayawan serta anggota komunitas-komunitas budaya di Maumere.
Dalam sambutannya di awal acara, kepala dinas pariwisata kabupaten Sikka, Kensius Didimus menyampaikan bahwa seminar Learn-X ini merupakan sebuah momen strategis dan bergengsi untuk mempromosikan aset-aset wisata di “surga yang tertinggal” di Flores ini. Sikka memiliki aneka wisata budaya, rohani, bahari dan kuliner yang harus dikembangkan secara terus-menerus. Dalam perencanaan ke depan, dinas pariwisata kabupaten Sikka akan berupaya melakukan program-program kreatif antara lain kegiatan pariwisata berbasis anak muda, persiapan destinasi, pengadaan kalender wisata dan promosi terus-menerus.
Sebelum kedua narasumber utama memaparkan materinya, terlebih dahulu Ibu Selliane Halia Ishak memberikan informasi penting tentang Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Sebagai direktur fasilitasi infrastruktur fisik Bekraf, ibu Selli mengatakan bahwa sejauh ini, sudah ada dua kota di Indonesia yang memperoleh penghargaan dari UNESCO sebagai kota kreatif. Pada tahun 2014, kota Pekalongan didedikasikan sebagai kota Batik dan tahun 2015, kota Bandung sebagai kota desain.
Untuk meraih penghargaan ini, usaha yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Setiap kota tidak hanya mengandalkan kekayaan budayanya semata-mata. Ibu Selli menegaskan bahwa salah satu syarat yang paling utama adalah pengadaan sekolah khusus untuk mengembangkan budaya-budaya yang ada di daerah tersebut. Sebagai contoh, di Pekalongan dan Bandung sudah berdiri lama sekolah khusus ilmu batik dan desain. “Untuk mengembangkan sebuah kota menjadi kota kreatif, kita perlu menggandeng empat aktor penting yakni pemerintah, para akademisi, pebisnis dan komunitas-komunitas,” kata ibu Selli.
Selanjutnya, bapak David Daniel dalam pemaparan materinya mengatakan bahwa sekarang budaya tenun ikat Sikka sedang ‘rapuh’. “Kita memiliki banyak orang yang terampil dalam budaya, tapi toh kita masih harus membeli kapas dari Pakistan atau zat pewarna di Jakarta. Oleh karena itu, kita diajak untuk bisa menjaga kelestarian lingkungan dengan cara menanam tanaman-tanaman serat dan tanaman-tanaman pewarna seperti mangga dan jeruk,” tegas bapak David. Di akhir pemaparan materinya, beliau juga menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah daerah Sikka yang telah mencetuskan Hari Pakai Tenun Ikat Sikka.
Ibu Sherly Irawati, salah satu narasumber utama dalam seminar ini juga menyampaikan pengalamannya dalam bidang pengembangan kreativitas seni dalam hal membuat souvenir dan berbagai jenis assesoris. Souvenir dan assesoris-assesoris tersebut dibuat dengan menggunakan kain-kain perca yang tidak dimanfaatkan lagi. Kain perca ialah potongan-potongan kain kecil-kecil yang adalah sisa dari pembuatan pakaian. Produk-produk buatan ibu Sherly sangat berkembang dan sudah tersebar bahkan sampai ke Amerika. “Saya mengadakan pembinaan di rumah dengan menarik minat orang-orang melalui media sosial facebook. Saya mengundang mereka yang tertarik untuk mendaftar. Dan orang-orang yang dibina, saya targetkan agar bisa menjadi tutor untuk orang lain. Dengan ini teknik-teknik menjahit kain perca semakin dikenal oleh masyarakat luas,” kata ibu Sherly.
Yang menjadi kesulitannya sekarang ialah persediaan bahan dasar (kain perca). Dulu kita gampang menemukan kain perca mengingat kain perca masih dilihat sebagai sampah yang dibuang begitu saja. Sekarang dengan pola pikir yang semakin luas dan terbuka, kain-kain tersebut sudah memiliki nilai guna tertentu di mata masyarakat.
Pemaparan materi dari para narasumber didalami melalui sesi tanya-jawab dan kuis-kuis seputar materi seminar. Eren Holivil, salah seorang mahasiswa semester VII STFK Ledalero dalam salah satu kesempatan berbicara, menyampaikan harapannya kepada narasumber seminar agar dapat juga memberikan materi tentang pengembangan ekonomi kreatif ini di sekolah-sekolah. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan respek, minat dan kecintaan anak-anak (sejak kecil) terhadap budaya daerah mereka.
Pada akhir seminar, semua peserta mendapatkan sertifikat yang ditandatangani langsung oleh Wishnutama, Direktur Utama Netmediatama Televisi dan Hari Sentosa Sungkari, Deputi Infrastruktur Bekraf. Perlu diketahui bahwa Maumere adalah kota ketujuh diadakannya seminar Learn-X ini. Dan tim seminar akan terus menjelajahi kota-kota lain sampai ke tingkat internasional dengan tujuan memaksimalkan kreativitas masyarakat dalam pengembangan ekonomi.
(Red. FBK).
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero