Dunia selalu menjadi titik tolak bagi manusia untuk mempertanyakan eksistensinya sebagai makhluk sosial, homo socius. Dunia itu sendiri eksistensi bagi manusia maka manusia berpikir tentang dunianya dan segala yang ada di sekitarnya. Proses mempertanyakan dan berpikir tersebut menjadikan manusia makhluk yang hidup dalam idealisme sebagai suatu pribadi maupun satu kesatuan bangsa, menjawabi apa yang ia pertanyakan dengan hasil pikirannya sendiri. Lebih lanjut lagi manusia dihantar pada tahap menindaklanjuti apa yang dipertanyakan dan dipikirkan tersebut. Sifat dari setiap tindak lanjut manusia mempengaruhi proses pemaknaan tentang sesama dan kehidupannya. Tindak lanjut yang positif akan semakin menjadikan sifat homo socius manusia semakin berakar dan terintegritas dalam kehidupannya. Sebaliknya tindak lanjut yang bersifat negatif merusak keberakaran dan integritas yang telah atau bahkan tengah dihidupi saat ini. Manusia pun secara tahu dan mau mengenal dunianya dan segala yang ada di sekitarnya termasuk sesama homo socius itu sendiri.
Siapa sangka bahwa idealisme yang diciptakan manusia untuk ditindaklanjuti tersebut kini seolah menjadi batu sandungan bagi terciptanya pemenuhan kerinduan manusia akan perdamaian. Berbagai bentuk akomodasi sebagai jalan menuju perdamaian pun diusik oleh isu-isu sosial yang rawan menciptakan fenomena-fenomena kekerasan dan diskriminasi sebagai bagian dari berkembangnya etnosentrisme akut. Apakah idealisme manusia tidak disampaikan dan dipahami secara benar atau pun tidak, hal ini tentu menjadi tolak ukur tersendiri bagi kita generasi penerus bangsa. Maka, sesungguhnya sebagai kaum muda dipanggil untuk mengkomunikasikan serta mengutarakan pesan-pesan perdamaian yang entah sengaja atau pun tidak, telah mampir ke dalam diri kita. Perdamaian merupakan kerinduaan manusia di tengah isu-isu sosial yang berdampak buruk akhir-akhir ini. Rasanya esensi perdamaian ialah ketika semua orang satu sama lain memberi penghargaan yang sewajarnya, dan saling mengakui perbedaan yang nyatanya akan selalu ada. Generasi muda sejatinya adalah penggerak utama roda kehidupan bangsa di masa depan. ”Beri saya 10 pemuda dan akan saya guncangkan dunia” kata Soekarno, proklamator, pendiri, dan pemersatu bangsa di republik ini. Pernyataan ini mau menjelaskan bahwa kaum muda perlu diberi ruang dan waktu untuk berkarya, berkumpul, berbuat sesuatu yang positif dan menampilakan diri sebagai agen pembawa damai. Lantas pesan damai seperti apakah yang yang hendak dikomunikasikan serta diutarakan kaum muda? Bagaimanakah caranya kaum muda mengatasi hal ini?
Pesan-pesan perdamaian yang tidak terkatakan sekalipun dalam hal ini aspirasi-aspirasi suara hati yang diberatkan karena paham etnosentrisme yang kini telah merambah ke berbagai bidang kehidupan di dunia ini tetap menjadi tanggungan generasi muda yang akan datang. Hal ini tentunya bukan untuk mencari sebuah arti kebenaran, siapa yang dibenarkan atau pembenaran seperti apa yang harus ditempuh. Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam tindak lanjut yang nyata, mengkomunikasikan serta mengutarakan pesan perdamaian, perlu membangun kajian-kajian reflektif yang memuat nilai-nilai sosial dan moral sebagai tawaran akan karakter bangsa yang damai di masa depan.
Pertama, merayakan kemajemukan bangsa Indonesia dengan memiliki pemahaman akan toleransi dan penerapannya di tengah perbedaan atau kemajemukan bangsa Indonesia yang cenderung mengarah ke dalam kekersaan dan diskriminasi sangat dibutuhkan kaum muda. Hal ini guna menjaga asa saling melengkapi, menghargai dan mengakui keberadaan perbedaan-perbedaan tersebut sebagai suatu syarat awal terciptanya rasa damai. Kedua, perbedaan merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakan ataupun ditolak keberadaannya, melainkan sesuatu yang hendaknya memacu kita membangun komunikasi yang sehat antara satu dengan yang lain, sehingga terciptanya kenyamanan hidup. Jadilah kaum muda yang cinta pula akan komunikasi unik antarpersonal dalam perbedaan. Ketiga, semangat perubahan diri secara terus-menerus dengan meretrospeksi, mengintrospeksi serta memproyeksi diri sebagai orang muda.
Akhirnya, kaum muda yang notabene berada di tengah berbagai polemik persoalan studinya patut menyadari dirinya tengah dibentuk dalam pendidikan yang sejatinya memicu wawasan berpikir dan berani beraspirasi secara bebas namun betanggung jawab. Oleh karenanya, jika berani mengungkapkan sesuatu, maka harus fair, berani diadili dan dinilai karenanya terutama dalam menjalankan fungsi sebagai agen perdamaian. Mari kembali menempatkan keberadaan kita sebagai kaum muda dan agen perdamaian dalam mengkomunikasikan serta mengutarakan pesan reflektif bersarat makna perdamaian, sehingga terciptanya sebuah kedamaian yang berakar dan terintegritas dalam kehidupan sebagai homo socius.
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero