Desain Busana Kekinian dari “Lepo Lorun” Masih Membekas Jejak Budaya Maumere[1]
Sebelum memasuki area sanggar tenun, terlihat beberapa potongan papan kayu berukuran kecil yang menerangkan nama dari komunitas itu. Papan-papan terpasang pada setiap batang pohon rimbun yang menghadirkan suasana sejuk, menghangatkan tubuh para pengunjung.
Saat masuk ke dalam, tampak beberapa pondok berbentuk kerucut dengan ukuran berbeda-beda, ada yang kecil, sedang dan besar. Semua atap pondok tersusun apik dari alang-alang. Kekhasan desain arsitektur yang unik sama seperti bangunan tradisional lainnya zaman dulu yang menyimpan kisah sejarah, perabot seni dan warisan budaya.
Di dalam pondok bagian utama, terdapat aneka macam hasil tenun dipajang pada setiap dinding-dindingnya. Tidak hanya sarung, ada juga beberapa patung peraga mengenakan busana kekinian. Terlihat juga foto-foto para penenun, generasi sebelumnya, seakan menyoroti perjalanan seni tenun yang sudah ada sejak lama. Selain itu, puluhan piala dan sertifikat penghargaan tertata rapi dalam lemari kaca berukuran kecil.
Tempat sejuk yang terdapat di lembah Nita Pleat itu bernama, “Lepo Lorun” dalam bahasa daerah Maumere berarti rumah tenun. Lokasi sanggar tenun itu berada di sekitar perumahan warga kampung Pleat, Kecamatan Nita, Kabupaten Sika, Nusa Tenggara Timur. Persis di sebelah bawah komunitas Bruder Nazaret, Nita.
Sosok di balik sanggar tenun itu adalah Alfonsa Raga Horeng kelahiran 01 Agustus 1974, pemerhati budaya sekaligus pendiri “Lepo Lorun”. Bisa dibilang, perempuan kelahiran Maumere itu tidak hanya menciptakan sejarah baru dalam dunia tenun, tapi juga mengingatkan semua orang tentang pentingnya menghidupkan budaya.“Bertahun-tahun, kami menenun kehidupan. Tujuan sanggar tenun itu untuk menghidupkan warisan tenun Maumere. Di balik helai kain dari lembah “Lepo Lorun” ini masih membekas jejak budaya yang kaya akan makna,” ucap Ibu Alfonsa pada hari Minggu, 29 September 2024.
Sejarah “Lepo Lorun”
Ibu Alfonsa mendapat inspirasi untuk membuat rumah tenun bermula dari kedatangan orang-orang asing ke kampungnya. Hatinya tergerak karena melihat reaksi para turis saat mengenakan sarung tenun tradisional Maumere. “Waktu itu, saya terinspirasi oleh kedatangan para turis yang berkunjung ke kampung. Saya melihat, mereka sangat antusias dan senang memakai sarung tenun yang diberikan oleh orang-orang di kampung. Mulai dari situ, keinginan untuk membuat “Lepo Lorun” muncul di benak saya,’ terangnya.
Sejak pembentukan “Lepo Lorun” pada tahun 2002, dalam keterangan Ibu Alfonsa, tidak ada sedikit pun bantuan dan pendampingan khusus dari pihak pemerintah. Semua serba mandiri. Perempuan berusia 50 tahun itu betul-betul berniat dari hati yang paling dalam untuk melestarikan budaya tenun Maumere.
Seiring berjalannya waktu, segala niatnya terwujud berkat kerja sama dengan ibu-ibu yang bersedia bergabung dan menjadi anggota sanggar tenun. Pada saat itu, jumlah mereka tidak terlalu banyak. Akan tetapi, dalam perjalanan waktu, ada penambahan anggota baru. Ada anggota tenun yang aktif dan ada yang pasif.
Dari situ, penenun aktif datang setiap hari ke “Lepo Lorun”, sedangkan sebagian yang tidak aktif lainnya menunggu momen kunjungan para tamu penting dari dalam negeri ataupun luar negeri. Sesuai keterangan Ibu Alfonsa, para anggota sanggar menggunakan dua teknik menenun, yaitu teknik sintetik dan teknik alamiah. Teknik sintetik membuat kain dengan menggunakan benang dari tokoh, sedangkan teknik alamiah mengandalkan bahan alami, seperti kapas dan kulit kayu yang sebagai pewarna. Proses pembuatannya berbeda-beda.
Selanjutnya, awal pembentukan “Lepo Lorun” berjalan biasa-biasa saja. Akan tetapi, pada tahun 2012, rumah tenun itu mulai mendapat perhatian serius dari publik. Kain tenun khas Maumere tidak hanya terkenal di pasar lokal, tapi juga beredar ke kancah internasional. “Saya juga mengikuti beberapa ajang pergelangan seni di tingkat internasional,” sentilnya. Semua kesuksesan itu berkat usaha dan perjuangan Ibu Alfonsa yang mati-matian mempromosikannya melalui pergelaran seni di tingkat dunia. Setiap usaha dan perjuangannya membuahkan hasil yang memuaskan. Sekarang, rumah tenun itu sudah mendunia.
Desain Busana Kekinian
(Dokumentasi pada hari Minggu, 30 September 2024, di Lepo Lorun, Nita Pleat, Maumere).
Hari berlalu dan tuntutan zaman membuat para penenun ikut berubah. Arus perkembangan zaman, menurut pengakuan Ibu Alfonsa, tidak menjadi masalah bagi “Lepo Lorun” untuk terus berinovasi. Setiap tahun, sanggar tenun itu tidak berhenti pada satu titik, berpusat pada menenun kain saja. Sanggar tenun itu juga beradaptasi dan mengikuti arus zaman yang selalu menuntut busana kekinian dalam dunia fashion. “Setiap kain yang kami buat selalu berpijak pada budaya, sedangkan khusus untuk desain fashion-nya bisa mengikuti perkembangan sesuai tuntutan zaman. Jejak motif kain tenun masih berpijak pada budaya lokal sesuai identitas, visi dan misi dari “Lepo Lorun,” jelasnya.
“Memang awalnya,” lanjut Ibu Alfonsa dengan nada santun, “kami hanya fokus menenun kain saja. Seiring berjalannya waktu, saya sempat berbicara dengan Ibu Fermiana (salah satu penenun sekaligus asisten) untuk membuat desain fashion yang sesuai konteks sekarang. Dengan inovasi busana kekinian, seperti dress dan busana pengantin, kain tenun ini tampak sangat relevan untuk digunakan zaman sekarang.”
Setiap desain fashion yang dibuat masih memiliki makna dan nilai filosofis tersendiri. Setiap motif kain tenun berbeda-beda. Busana tenun ikat lokal yang didesain dengan sentuhan kekinian telah berhasil menarik perhatian banyak kalangan, dari pencinta mode hingga wisatawan.
Dalam keterangan Ibu Alfonsa, kombinasi antara teknik tenun tradisional yang kaya akan makna dan desain gaya modern menciptakan karya yang tidak hanya estetik, tapi juga memiliki nilai budaya yang mendalam. Perpaduan antara budaya dengan inovasi busana seperti ini bukan hanya menghidupkan nilai-nilai di balik kain tenun, tapi juga menciptakan peluang baru dalam dunia fashion yang semakin global.
Ibu Alfonsa juga mengaku, busana pengantin itu sering dipakai oleh pengunjung untuk dokumentasi prewedding. Ada juga desain dress dan baju kasual yang digunakan untuk foto-foto kenangan. Foto-foto itu akan dipromosikan lewat media sosial.
Bagi Ibu Alfonsa, kehadiran alat teknologi juga sangat membantu proses untuk mempopulerkan desain kekinian tersebut.
Melahirkan Penenun dan Pelestari Budaya
Sanggar tenun itu tidak hanya diperuntukkan bagi penenun untuk mengoleksi kain lokal saja, tapi juga mendorong generasi sekarang untuk tetap melestarikan budaya lokal. Keprihatinan “Lepo Lorun” berfokus pada inisiatif untuk mendidik generasi masa depan. “Komunitas kami tidak hanya untuk menenun saja. Kadang ada beberapa anak muda yang datang mengikuti pelatihan dasar untuk mengetahui teknik menenun yang baik dan benar,” sahutnya.
Selain anak muda yang berkesempatan untuk datang, mereka juga bisa melihat dan merasakan tentang warisan budaya tenun lewat “Lepo Lorun”. “Menenun adalah doa dan harapan. Doa dan harapan kami agar kaum muda tetap belajar dan memahami bagaimana cara merawat budaya di tengah perkembangan dunia yang semakin laju,” harapnya meyakinkan.
Hingga kini, pada setiap pondok di lembah Pleat, terlihat ibu-ibu yang sangat ceria. Beberapa di antaranya memintal benang dari kapas, sedangkan yang lain sibuk menenun. Setiap kain tenun yang dihasilkan menyiratkan dedikasi, cinta, ketulusan, kesabaran dan ketekunan para penenun. Setiap hari, wajah mereka selalu gembira melayani para pengunjung dari berbagai daerah yang datang menikmati keindahan wastra di “Lepo Lorun”.
Selama ini, “Lepo Lorun” mendapatkan rekor bagus karena sudah meraih penghargaan mahakarya kebudayaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) pada tahun 2020 lalu.
Penulis: Philipus Jehadom, Mahasiswa IFTK Ledalero
[1] Artikel Juara IV Lomba Jurnalistik Nasional 2024 yang diselenggarakan oleh Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero