KONVIK SEMINARI TINGGI ST. PETRUS RITAPIRET |
Membaca Buku: Implementasi Semangat Kepahlawanan Oleh: Irwan Anse
Dunia pendidikan dalam konteks bangsa Indonesia pada awalnya lahir dengan sebuah visi para founding fathers bahwa pendidikan bisa hadir sebagai pemberantas kebodohan dan keterbelakangan anak-anak Ibu Pertiwi. Sejak awal kemerdekaan pendidikan diyakini sebagai kunci sekaligus pintu menuju kejayaaan dan kemajuaan. Hal ini menjadi kontinuitas sampai sekarang dengan melihat bagaimana pendidikan masih dijadikan sebagai sarana sentral bagi perjalanan bangsa Indonesia. Berbagai program dicanangkan oleh pemeritah sebagai usaha meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Pembukaan sekolah-sekolah hampir ke segala pelosok daerah, dengan suatu pertimbangan bahwa masih banyak anak-anak sekolah yang harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk bisa sampai ke sekolah. Pemberian beasiswa bagi siswa-siswi berprestasi sebagai sebuah sarana pemacu semangat. Memberikan bantuan bagi siswa-siswi yang kurang mampu secara finanansial, serta bantuan akan kelengkapan sarana dan prasarana sekolah. Hal ini dilakukan supaya semua orang berhak mendapatkan pendidikan tanpa kecuali. Pergantian kurikulum yang selalu dilakukan oleh pemerintah, dengan sebuah pertimbangan bahwa metode yang diberlakukan dalam dunia pendidikan harus sesuai dengan kondisi kekinian bangsa secara khusus maupun dunia. Hal ini merupakan contoh yang bisa disaksikan oleh semua penghuni bangsa kita saat ini. Walaupun tak dapat dipungkiri juga bahwa usaha-usaha tersebut belum menjamin secara sempurna kualitas dunia pendidikan bangsa bahkan masih menuai berbagai kontroversi. Namun sekiranya hal ini menunjukan bahwa pemerintah masih memiliki perhatian dalam dunia pendidikan. Dalam perjalanan waktu, tak jarang ditemukan berbagai kejanggalan dalam dunia pendidikan itu sendiri, terutama tokoh sentral dalam dunia pendidikan yaitu pelajar khususnya mahasiswa. Pelajar dalam hal ini mahasiswa adalah fokus pendidikan. Namun seringkali mahasiswa tidak memahami eksistensinya sebagai seorang terpelajar. Dalam dirinya belum tumbuh secara subur keyakinan bahwa ia adalah generasi penerus bangsa. Mahasiwa belum yakin sepenuhnya bahwa dipundak merekalah nasib bangsa ditentukan pada masa yang akan datang. Berbagai fenomena dalam dunia pendidikan mempertontonkan kepada kita bagaimana kehidupan para mahasiswa Indonesia. Tawuran antar pelajar, minum-minuman keras, balapan liar, seks bebas, serta jenis-jenis kenakalan remaja lainnya. Hal yang lebih sering bisa disaksikan adalah keterikatan mahasiswa pada dunia internet, dalam dunia maya. Ketertarikan mahasiswa pada berbagai tawaran dunia modern menjadikan ia sebagai manusia degradasi eksistensi. Dalam tulisan ini akan disentil bagaimana fenomena ketaktertarikan pelajar terhadap apa yang dinamakan membaca semakin menurun. Salah satu fenomena miris yang bisa ditemui dalam dunia pendidikan dewasa ini adalah degradasinya minat pelajar secara umum dalam hal membaca buku. Membaca buku, entah fiksi maupun nonfiksi belum bisa kita temui dalam diri mahasiswa Indonesia. Menonton TV, nongkrong dengan teman-teman, berselancar di dunia maya merupakan berbagai kegiatan menarik yang memiliki daya pikat dahsyat dari pada membaca buku. Buku dianggap sebagai sahabat orang-orang kesepian, orang-orang kurang pergaulan. Buku diyakini sebagai teman orang-orang yang pintar saja, orang yang tekun dan yang diyakini bisa memahami berbagai konsep-konsep yang seringkali memaksa otak untuk bekerja ekstra keras. Sehinggga tidak heran stimulus rendahan seperti ini mempengaruhi cara seseorang dalam memperlakukan buku. Gagasan-gagasan rumit dalam buku, terutama yang bersifat ilmiah, membuat seorang pelajar merasa bahwa kegiatan membaca ini hanyalah membuang waktu. Perspektif negatif seperti inilah yang bisa mengkreasikan individu dengan kadar intelektual yang rendah bahkan tumpul. Kemampuan untuk menginterpretasi berbagai fenomena di sekitar dirinya sulit untuk dilakukan. Ketika seorang pelajar hanya menginginkan sesuatu yang instan tanpa perjuangan yang gigih, dijamin ia akan lahir, tumbuh dan berkembang menjadi pribadi pragmatis. Pribadi bermental instan dan easy going. Rasionalitas seseorang akan semakin berkembang jika ditempa dan diasah sesering mungkin. Membaca akan mengkreasikan pribadi yang kritis dan selektif. Dengan berbagai gagasan dan konsep yang ia temui dari buku-buku membantu proses penalaran seseorang. Karena itu tidak berlebihan jika mengatakan membaca merupakan suatu hal yang urgen bagi proses input pengetahuan mahasiswa. Membaca akan menjadi suatu hal yang menyenangkan jika kita melakukanya dengan segenap hati. Keseringan dalam membaca akan menjelma sebagai sebuah kebudayaan yang sulit untuk dilepaskan. Sudah seharusnya buku menjadi santapan utama para mahasiwa. Sebagai mahasiswa STFK Ledalero, kita harus bersyukur bahwa kita di tempa pada lingkup pendidikan dengan iklim akademik yang menjanjikan. Menjadi kebenaran umum bahwa dari rahim lembaga ini sudah terlahir figur-figur berkualitas. Mereka inilah orang-orang yang betul menjadikan lembag ini sebagai sarana yang tampan untuk perkembangan diri. Ambil misa para penulis-penulis buku, bukan tidak mungkin bahwa kebiasaan membaca pada saat ditempa pada lembaga pendidikan ini menjadikan mereka sebagai figur-figur yang kaya akan gagasan yang tentu saja membawa efek konstruktif bagi masyarakat luas melalui tulisan-tulisan yang dimuat dalam media cetak ataupun elektronik. Dan masih banyak contoh lain yang membanggakan akibat dari kebiasaan membaca yang mereka lakukan semasa mengenyam pendidikan di lembaga ini. Sarana dan prasarana yang difasilitasi oleh lembaga ini sudah cukup untuk mengkreasikan manusia dengan berbagai kecerdasan yang mumpuni dan menjanjikan. Perpustakaan dengan buku-buku yang cukup lengkap, kegiatan-kegiatan akademik lainnya baik dalam kelas maupun di luar kelas, menjadi semacam sebuah daya tekan konstruktif yang menuntut mahasiswanya untuk membaca banyak buku. Pertanyaan untuk kita adalah apakah sarana dan prasarana yang disediakan tersebut sudah kita gunakan atau tidak? Apakah impian para pendiri bangsa kita dahulu untuk melihat bangsa kita dinahkodai oleh orang terdidik dapat tercapai atau itu hanyalah sebuah ilusi pengisi waktu? Kiranya dua pertanyaan reflektif yang mungkin terlalu sederhana ini bisa menggugah semangat juang kita dalam mengisi waktu dengan hal-hal yang berkualitas serentak bermartabat.**
|
Mading Edisi III November 2016 |
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero