Kehadiran internet ( interconnection-networking) umumnya dikenal sebagai sumber informasi dan pertukaran informasi. Informasi yang tersedia pada sejumlah situs di internet membuat internet mendapatkan tempat yang istimewa di kalangan masyarakat. Kehadiran internet bukan menjadi barang baru. Internet yang dulunya sulit diakses karena penggunaannya yang terbatas, kini menjadi sebuah kebutuhan masyarakat umum. Kini penggunaan internet tidak terbatas pada orang-orang tertentu saja. Internet telah menjadi semacam kebutuhan sekunder yang hampir menjadi suatu keharusan.
Kemajuan zaman menjadi suatu pintu masuk internet untuk menyusup ke dalam kehidupan masyarakat. Kehadiran internet telah menjadi suatu realitas sosial yang amat signifikan. Bahkan di hadapan peradaban, internet kerap kali dituduh sebagai dalang dari kerapuhan dan kelumpuhan moralitas peradaban moral. Eksistensi dan esensi dari internet tentu merujuk pada substansinya sebagai sesuatu yang berguna untuk sesuatu. Semua yang ada di bumi ini, secara khusus yang bersifat materi punya potensi untuk berubah. Internet sebagai sebuah barang materi tentu punya potensi untuk berubah. Pertanyaan yang patut diutarakan disini ialah, ke arah manakah internet membawa perubahan atau sejauh manakah internet merubah seseorang atau sesuatu menjadi orang atau sesuatau yang lain?
Kehadiran internet sebagai sebuah kebutuhan bagi masyarakat modern serentak memberi kesan sensitif dan intelektif. Di satu sisi, internet berperan untuk memenuhi kebutuhan intelektual manusia dan di sisi lainnya ia hadir sebagai sesuatu yang sensitif. Kehadiran internet di kalangan umum telah menjadi suatu trend yang mewarnai panomara lingkungan kehidupan peradaban bangsa Indonesia. Kehadiran internet selalu menggelitik dan menggemparkan ruang publik. Realitas yang kini nampak di atas permukaan bumi Indonesia ialah bahwa masing-masing khalayak umum seolah-olah diketuk-ketuk hatinya oleh kehadiran internet.
Dalam skala yang lebih luas, kehadiran internet benar-benar membuat manusia Indonesia menanggalkan kemanusiaan sosialnya demi menjadi manusia internetan. Terlihat bahwa begitu banyak khalayak umum terendam dalam sebuah kolam dekadensi moral. Istilah manusia sebagai mahkluk sosial hanya menjadi “bungkusan luarnya” saja. Masing-masing orang mengembangkan dalam dirinya suatu kepribadian baru, kepribadian manusia internetan. Di sini manusia internetan merupakan suatu fakta sosial yang tak terbantahkan, internet menjadi suatu realitas yang dapat melabrak mentalitas manusia. Sejalan dengan fakta sosial tersebut, Emile Durkheim menegaskan bahwa fakta sosial merupakan suatu realitas objektif yang berada di luar individu. Bahkan fakta sosial itu bisa memaksa individu bertindak sesuai dengan keinginannya ( Bernard Raho 2014: 4).
Hasil survei oleh Asosiasi Penyelengara Jaringan Internet Indonesi (APJII) yang dirilis Kompas.com mengatakan bahwa lebih dari setengah paenduduk Indonesia kini telah terhubung ke Internet. Survei yang dilakukan selama tahun 2016 itu menunjukkan bahwa sebanyak 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung ke internet dari totalitas jumlah penduduk saat itu sebanyak 256,2 juta orang.
Statistik yang dipaparkan ialah sebagai berikut; sebanyak 67,2 juta orang (50,7%) mengakses melalui perangkat genggam dan komputer, sebanyak 63,1 juta orang (47,6%) mengakses dari smartphone dan 2,2 juta orang (1,7%) mengakses internet melalui komputer. Berdasarkan hasil survei tersebut dapat dikatakan bahwa setengah dari jumlah penduduk Indonesia mengakses informasi atau menukar informasi lebih cendrung menggunakan internet. Bahkan untuk memaparkan hasil survei di atas penulis sendiri menggunakan internet. Berdasarkan hasil survei tersebut realitas baru yang naik ke atas permukaan kesadaran khalayak umum ialah bahwa kebutuhan akan internet menjadi suatu kebutuhan sekunder bahkan primer yang tidak terbantahkan.
Kemajuan perkembangan zaman dan teknologi tentunya menjadikan internet sebagai sesuatu yang diminati oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Akan tetapi, muncul suatu persoalan baru ketika internet diagung-agungkan. Satu kemungkinan yang bisa muncul ialah internet bisa saja menjadi suatu agama baru. Bahkan menjadi agama dengan penganut terbanyak di dunia. Kesepian pisikologis yang kerap dialami manusia abad ini bisa saja membawa manusia masuk ke dalam suatu dunia yang lain dari realitas yang sebenarnya. Rollo May dalam bukunya yang berjudul Man’s Search For Himself mengulas bahwa kesepian sebenarnya lahir dari kebutuhan manusia untuk bearhubungan dengan orang lain, kebutuhan akan kehadiran oran lain bukan semata untuk mengisi kehampaan melainkan kebutuhan untuk berada bersama orang lain.
Persoalan ini lebih cendrung merujuk kepada cara pandang dan berpikir manusia pada umumnya. Pada saat ketika seseorang meleburkan dirinya ke dalam dunia maya sacara total, dimana ia hanya merasa hidup dengan internet, maka saat itulah ia menyembah internet. Internet seolah-olah dipertuankan. Internet menjadi sebuah agama baru dengan tuhannya yaitu internet, penganutnya seluruh khalayak umum serta kecendrungan berselancar di dunia maya sebagai sebuah ritus maya alamiah. Lain persoalan apabila seseorang menggunakan internet hanya sekedar saja, artinya penggunaannya hanya sampai pada taraf pemuasan rasa ingin tahunya. Beriringan dengan itu akan menjadi bijak bila orang selektif dan kritis terhadap apa yang ia peroleh dari pemenuhannya.
Di tengah kemelut yang sedang merangsek kesehatan kehidupan sosial khalayak umum, kaum muda mendapat sorotan tajam dari mata peradaban sosial. Kaum muda dituntut untuk melestarikan Agama dari serbuan hal duniawi. Di saat kaum muda lebih cendrung berinternet ria pada waktu dan situasi yang tidak tepat, disitulah sebenarnya ia sedang melukai jati dirinya yang pancasilais. Kesadaran yang mestinya ditembakkan ke dalam diri kaum muda dan khalayak umum ialah bahwa internet tetap merupakan bagian dari dunia maya. Ketergantungan dan kecanduan berinternet menjerumuskan pribadi kaum muda ke dalam pola pikir dan cara hidup materialisme. Banyak orang membiarkan internet membius dirinya sendiri.
Pelapukan moralitas bisa saja terjadi dari dampak negatif yang dibawa internet. Namun, kemakmuran hidup bersama juga bisa terlaksana dari manfaat positif yang ditawarkan internet. Lalu, siapakah subjek dan objek dari masalah yang kerap membungkus Indonesia serta membawanya ke pangkuan sejarah? Semuanya tearah kepada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Etiket dan etika mana yang dipegang saat mencumbui dunia maya? Serta topeng moral macam manakah yang dipakai untuk menunjukkan jati diri kita yang sebenarnya dihadapan dunia maya-materi dan dunia riil ilahi.
BAGIKAN
PROGRAM STUDI SARJANA FILSAFAT PROGRAM STUDI SARJANA PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PROGRAM STUDI SARJ0
Penerimaan mahasiswa baru IFTK Ledalero tahun akademik 2025/2026 Prodi Ilmu Filsafat (S1) Prodi Pend0
Pendaftaran Online Program Studi Sarjana Filsafat, PKK, DKV, Kewirausahaan, Sistem Informasi & Magis0
© Copyright 2025 by Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero - Design By Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero