Indonesia Rumah Bersama

img

Jum'at, 16 December 2016 00:25 WIB Penulis: Otto Gusti Alumnus Hochschule fuer Philosophie Muenchen, Dosen Filsafat dan HAM di STFK Ledalero, Maumere, Flores

“SELAIN Islam, Indonesia rumah bagi umat kristiani, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu.” Demikian penegasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengangkat isu kemajemukan ketika membuka Bali Democra-cy Forum (BDF), beberapa waktu lalu (Media Indonesia, 9/12/).

Konsolidasi politik
Jokowi sadar, tanpa merawat kemajemukan secara serius, Indonesia sebagai sebuah nation state tak akan memiliki masa depan. Konsolidasi politik Presiden dengan para ketua partai politik, pemimpin-pemimpin ormas, dan tokoh-tokoh agama patut mendapat apresiasi dan harus dibaca sebagai ikhtiar untuk merekatkan soliditas guna membangun Indonesia yang lebih baik. Demi konsolidasi, Jokowi secara mengejutkan mendatangi massa yang berdoa di bawah guyuran hujan deras di Lapangan Monas pada 2 Desember 2016.

Tentu saja konsolidasi politik rasional harus mampu melampaui kepentingan sesaat demi mengamankan kursi empuk kekuasaan. Konsolidasi politik bukan tujuan an sich, melainkan jembatan untuk merekatkan semua elemen bangsa guna menuntaskan agenda pembangunan nasional demi terwujudnya bonum commune.

Perspektif konsolidasi politik harus tetap diarahkan pada peng-uatan sistem demokrasi substantif, menjunjung tinggi prinsip negara hukum konstitusional dan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Artinya, proses konsolidasi tidak pernah boleh memberikan ruang toleransi terhadap praktik-praktik intoleran, membatalkan supremasi hukum dengan tunduk pada hegemoni massa, serta berkompromi dengan para pelanggar hak-hak asasi manusia yang kini masih bercokol dalam kekuasaan.

- See more at: http://www.mediaindonesia.com/news/read/82877/indonesia-rumah-bersama/2016-12-16#sthash.7ZUM2Mop.dpuf

BAGIKAN