•  Beranda  /
  •  Mahasiswa  /
  •  Mahasiswa IFTK Ledalero Gelar Aksi Demonstrasi di Kantor DPRD Kabupaten Sikka, Tuntutan Putusan MK Dipatuhi

Mahasiswa IFTK Ledalero Gelar Aksi Demonstrasi di Kantor DPRD Kabupaten Sikka, Tuntutan Putusan MK Dipatuhi

img

Foto Head: Ketua BEM IFTK Ledalero sedang menyampaikan orasi.
Dok. IFTK Ledalero/Fr. Yohanes H. Ardyan Lamaroang SVD.

Pada tanggal 23 Agustus 2024, mahasiswa Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero bersama Kelompok Cipayung Plus cabang Maumere, menggelar aksi demonstrasi di kota Maumere. Sekitar pukul 09: 30 Wita para mahasiswa IFTK Ledalero berkumpul di lapangan Kota Baru. Setelah itu, mereka mulai bergerak ke arah Maplores Sikka.

            Ada tiga hal yang menjadi tujuan dari aksi ini. Pertama, untuk merespon pembangkangan konstitusi oleh DPR atas keputusan MK nomor 60 dan 70 yang ditunjukkan lewat revisi UU Pilkada.” Revisi yang dikerjakan secara ugal-ugalan oleh Badan legislatif DPR ini didesain untuk kepentingan-kepentingan pihak tertentu dan ini tentu saja buruk untuk demokrasi. Karena itu, melalui DPRD Sikka, kita hendak mendesak DPR RI utk membatalkan secara resmi revisi UU Pilkada dan patuh pada putusan MK”, ungkap Thomas Vilkanova K. Sahputra, Ketua BEM IFTK Ledalero. Kedua, untuk mendorong penguatan trias politica. Menurut Thomas Sahputra, Check and balance antara lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif mesti berjalan sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan di tangan eksekutif, seperti yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Lembaga Eksekutif dan Yudikatif mesti bebas dari intervensi eksekutif dan tidak mengabdi kepada penguasa. Ketiga, untuk mengecam segala tindakan represif aparat selama demonstrasi atas pembangkangan DPR ini berlangsung. “Banyak mahasiswa yg mendapat kekerasan saat aksi demonstrasi. Padahal, kebebasan berbicara itu sudah dijamin dalam konstitusi dan itu bagian dari cara publik untuk mengontrol kekuasaan supaya tidak bertingkah sesuka hati” ujar Thomas.

            Dalam orasinya, Thomas Saputra mengatakan “Tentu kita semua tahu bahwa beberapa hari ini kita disuguhkan berita yang di mana Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan dua putusan penting menyangkut ambang batas dan penghitungan syarat usia dalam UU Pilkada. Namun, keputusan MK itu ditolak oleh Presiden dan DPR. DPR (atas persetujuan Presiden) mengembalikan ambang batas Pilkada untuk mengaborsi keputusan MK dengan cara merevisi sejumlah ketentuan UU Pilkada dlm waktu yg amat sangat singkat demi menyelamatkan agenda dinasti politik keluarga Jokowi dan kepentingan para pembangkang Konstitusi”.

            Pada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, MK menafsirkan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang semula mengatur persyaratan ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah berdasarkan perolehan kursi dan suara di Pemilu DPRD diubah menjadi berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu pada provinsi/kabupaten/kota berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap. MK mendasari keputusannya berdasarkan persentase yang setara dengan persentase pada pencalonan perseorangan/independen.

            Dengan keputusan MK tersebut, maka ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD. MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/ nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

            Selanjunya saudara Thomas Saputra mengapresiasi keputusan MK tersebut karena memberi angin segar bagi demokrasi karena membuka peluang hadirnya calon kepala daerah alternatif dan mencegah adanya dominasi koalisi gemuk yg memborong tiket pencalonan di pilkada seperti yang dilakukan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di pilkada DKI. Denggan keputusan MK tersebut partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD bisa mengajukan calon di pilkada asal memenuhi batas ambang suara dalam pilkada sebelumnya. Kemudian pada Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, MK juga menegaskan bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung dari titik sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan calon terpilih sebagaimana diputuskan MA. Keputusan MA tentang penghitungan syarat usia pasangan calon di pilkada ini memang aneh dan tdk masuk akal. Di mana-mana yang ada itu syarat pencalonan kepala daerah, bukan syarat untuk dilantik menjadi kepala daerah. Sulit untuk tidak menuduh bahwa dalam keputusan MA ini ada kepentingan dinasti politik Jokowi, ujar ketua Bem IFTK Ledalero, saudara Smith Saputra.

            Menjelang pukul 13.00, rombongan bergerak ke Gedung Kulababong. Aprat kepolisian tetap berjaga-jaga di depan Gedung, walau sudah ada jaminan dari Kapolres Hardi bahwa pihaknya tidak akan mempersulit niat para mahasiswa untuk berdialong dengan para anggota DPRD Sikka. Di dalam ruang sidang, ketua bem IFTK Ledalero dan beberapa perwakilan mahasiswa secara bergantian menyampaikan aspirasi dan tuntutan, yakni agar DPRD Sikka buat surat resmi kepada DPR RI agar menghormati keputusan MK.

Penulis Berita: Fr. Vano Jemadi, SVD

AKSI DEMO RRUU 2024 11AKSI DEMO RRUU 2024 8AKSI DEMO RRUU 2024 4AKSI DEMO RRUU 2024 1

 

BAGIKAN